Minggu, Februari 10, 2019

Pin Pengingat


Pin dan jilbab seperti dua teman dekat.  Sama seperti bros dan pin.  Pin memiliki banyak ukuran dan sering digunakan juga sebagai souvenir kegiatan atau kepanitiaan.  Dibandingkan bros, saya lebih suka memakai pin untuk kegiatan yang tak resmi seperti bertemu dengan teman atau kopdar komunitas.

Apalagi jika pin yang digunakan itu pin yang berisi kata-kata motivasi. Berasa diingatkan dan memang harus sering diingatkan biar tetap eling 😁
Contohnya gambar pin di atas tadi. Tuh.. baru melihat saja sudah ikut tertawa kaaan πŸ˜‚
Mana cocok muka sedih atau marah saat memakainya.
Bisa diketawain sama pin sendiri..hahahhahaha

Awalnya saya hanya punya 1 pin motivasi yang bertuliskan "Think Big". Dulu saya membelinya di acara pertemuan pengurus sebuah Rumah Baca.  Kemana-mana selalu saya pakai sampai nyaris menjadi ciri (gak menyengaja mencirikan tapi memang hanya punya itu πŸ˜…).
Lama-lama terpikir untuk membuat pin sendiri. "Pin by Mak Far" demikian saat ini saya menyebutnya. Pengennya sih menggunakan merk. Tak apalah.. itu nanti saja.
Mulailah saya membuat desain.

Karena ala saya, maka dalam setiap desain pin saya selipkan cerita, rasa dan keinginan agar diri saya tetap dalam kondisi positif yang saya inginkan.
Gak selalu bisa mengandalkan orang lain terus mengingatkan kaan? sebab sama saja dengan menggantungkan kehidupan pada keadaan di luar diri.
Sementara orang lain tak selalu ada atau bahkan sedang sibuk dengan masalahnya sendiri juga. 

Di rumah gak cuma pin yang saya gunakan sebagai media pengingat. Ada talenan (saya pasang di beberapa ruangan), white board kecil, tempelan kertas.. Qiqiqi segala yang bisa dibuat sendiri deh. 
Seisi rumah bisa baca, tanpa emak perlu banyak bawel.
Tapi gak banyak-banyak.. nanti kayak pameran quote deh.
"Kita yang menentukan seberapa besar kebaikan menetap dalam diri"
Setiap kata yang terekam berulang menjadi suatu sugesti.
Namun sebuah pengingat, tetaplah sebuah pengingat.
Godaan pastilah ada.
Hanya akan menjadi kebiasaan jika kita mau tetap langkah menerapkannya.









Sabtu, Februari 09, 2019

Semangkuk Kenangan di Masakan Ibu


Pernah kangen suatu masakan?

Saya pernah
Terutama Masakan Ibu

Sama seperti sebagian besar anak yang memiliki rasa kangen akan masakan Ibu.  Jika ditanya kesan pada masakan Ibu, jawabannya hanya satu kata ENAK πŸ‘πŸ‘
Walaupun kadang keasinan, kemanisan, atau malah tanpa rasa.
Memasaknya pun tak secepat chef di televisi yang acapkali "triiiing!" tahu-tahu masakan sudah matang dan siap disantap.
Dan hasil masakannya lebih sering polos tersaji karena memang hanya memindahkan dari wajan ke piring.
Tetap saja ENAK

Saya ingat sekali sewaktu Bapak masih ada, Ibu sering membuat cemilan.  Macam-macam yang dibuat seperti gorengan, bolu, singkong rebus, dan lain-lain. Cemilan ini menjadi teman ngeteh sore dan suguhan bagi teman-teman Bapak yang seringkali datang ke rumah selepas isya.
Demikian juga saat kami hendak bepergian, Ibu selalu menyempatkan diri membuat bekal.
Setelah Bapak tiada, kue-kue pun menjadi salah satu andalan Ibu untuk menambah penghasilan keluarga.
Dan kami anak-anaknya, adalah fans setia kue buatan Ibu.
Selalu ingin menjadi pencicip terbanyak dan terbesar!

Pernah suatu ketika Ibu mendapat pesanan arem-arem isi daging untuk arisan. Sebelum ashar sudah harus siap diantar.  Biasanya Ibu selalu melebihkan pesanan untuk kami santap sekeluarga. Selepas sarapan, ibu mulai mencuci beras dan mengaroni nasi. Saya duduk di sebelah Ibu dan membantu mengaduk aronan. Sementara Ibu melanjutkan pekerjaan lain, membuat isian. Setelah aronan matang dan tidak begitu panas, Ibu mulai mengambil secentong, memberi isian, dan membungkusnya sampai daging isian habis.  Ternyata ada aronan bersisa. "Sisanya dibagi dua atau dijadiin satu bungkus aja ya Da?" tanya Ibu. "Jadiin satu aja Bu, biar nanti begitu Mas (kakak saya yang kedua) ambil yang paling besar ketipuuuu.." jawab saya sambil nyengir jahil membayangkan kakak saya mengambil arem-arem tanpa isi.
Benar saja sepulang dari mengantar pesanan, Ibu mendapati arem-arem terbesar itu sudah tak ada.
"Kamu makan arem-arem yang besar ya?" tanya Ibu ke Kakak.
"Iya" jawab Kakak saya. "Kok Ibu bikin arem-arem gak pake isi sih.. biasanya kan ada"
Hahahahahhaha saya dan Ibu tergelak πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚
"Makanyaaaa jangan asal ambiiiil"😝

Selalu memasak dengan segenap cinta..

Saya pikir inilah rahasia utama yang membuat masakan Ibu selalu enak, menambahkan bumbu cinta! Ibu, selalu berusaha memasak versi terbaiknya untuk keluarga. Dan segala sesuatu yang dibuat dengan rasa akan sampai dengan rasa yang sama.  Persis! demikianlah masakan Ibu, sampai ke kami pun dengan rasa cinta. Sehingga meski hanya sebuah masakan sederhana tapi selalu ngangenin.  Percayalah, melebihi bumbu penyedap rasa apapun.
Rasa yang terus menetap dalam ingatan hingga belasan tahun Ibu tiada..

Menghidupkan kenangan...

Entah berapa kali saya menceritakan pintarnya Ibu memasak, betapa lezatnya masakan yang dibuat oleh Ibu saya, kepada anak-anak sampai beberapa kali juga anak-anak bilang "Kan waktu itu ibu udah cerita..." saking melekatnya di hati dan ingin saya bagikan rasanya(meski sekali lagi lezatnya pun subyektif ala saya).
Berapa kali juga saat memasak tiba-tiba teringat saat ibu memasak makanan yang sama dan seketika mata pun berair rindu..

Sejujurnya saya bukan perempuan yang bisa masak sedari gadis. Ibu hanya meminta saya fokus belajar. Tak menuntut membantu di dapur dan tak mengenalkan dunia memasak. Sampai awal menikah saya masih sulit membedakan lengkuas dan jahe, ketumbar dan merica, dan beberapa bumbu dapur lainnya. Bolak balik saya telpon Ibu (karena sepekan setelah menikah saya langsung mengontrak) untuk menanyakan cara memasak sayur asem, sayur sop, sayur lodeh.. masakan rumahan biasa tapi buat saya yang amat jarang ke dapur butuh usaha ekstra untuk memasaknya.

Kenangan akan Ibu mendorong saya pun ingin melakukan hal yang sama untuk keluarga..
Saya ingin bisa masak sebaik Ibu
dengan bumbu yang sama..

Alhamdulillah anak-anak saya lebih suka menghabiskan masakan yang saya masak dibanding masakan matang yang dibeli.
Sebungkus sayur sop yang saya beli pagi hari di tukang nasi uduk bisa utuh hingga malam.
"Aku gak suka, rasanya gak seger kayak buatan Ibu" komentar Gendhuk saat ditanya mengapa sayur sopnya tidak dimakan.
Aih bungah.. ada haru yang menjalar mendengar ia suka masakan ibunya.
Anak-anak juga rela menunggu masakan hingga matang.
"Masih mau difoto dulu gak nih Bu?" saking seringnya saya meminta tidak langsung dimakan karena ingin memfotonya lebih dahulu (duh..πŸ™ˆ)

Kenangan selalu mampu mengingatkan alasan untuk kembali ke dapur..

Ada masa-masa di mana saya jenuh ke dapur.
Terutama dengan rutinitas memasak yang seperti sedang ikut lomba masak alias terburu-buru.
Ditambah malas bertemu setumpuk cucian perabot dapur sesudahnya.
Namun kemudian muncul saja cara diri untuk mengembalikan gairah memasak.

Terimakasih Ibu, untuk semangkuk hangat kenangan masakan ..

"Setiap makanan memiliki kenangan..
Begitu spesial, bahkan tak sama untuk makanan yang sama"








Mengaksarakan Rasa


Berapa lama ya gak nulis di sini?
Ratusan jam? Lebiiih ..
Sebab menulisnya lebih banyak di whatsapp😝Hampir setiap hari jari ini berlarian dari satu chat ke chat lain.
Sampai butuh bantuan ekternal keyboard untuk menulis chat, tangan gak kuat euy!


Setelah 2 tahun kemarin, alhamdulillah sepertinya mulai tahun ini akan lebih leluasa untuk menulis.
Biar makin semangat menulis tampilan blog saya ubah lebih sederhana.
Dulu banget sih seneng yang latar belakangnya warna warni gituh
"Sebab hidup penuh warna" (tsaahhh..)
Sekarang mengikuti umur sajalah..qiqiqiiqi

Beberapa tulisan lama saya kembalikan dalam bentuk draft.
Dari seratus sekian tinggal puluhan sekian yang saya tetap saya publish.
Terutama yang pas bacanya lagi agak gimanaaa gituh.. hahahha malu sendiri.
Perlu direvisi pakai banget!
Tetapi gak dihapus, sebab tulisan lama itu menjadi jejak perjalanan menulis sekaligus bagian cerita hidup saya.
Sebagai bahan evaluasi juga.

Maka disinilah saya mulai kembali menulis..
Segenggam catatan kecil dengan harapan kebaikan diri dan kemanfaatan yang lebih besar.
Semoga blog ini kembali hidup dengan aksara penuh rasa.

"Semangat dan konsisten ya!" *tepuk pundak sendiri 😏😁