Dan ketika ditanya /benda apa yang paling cocok menggambarkan peran sebagai fasilitator yang bahagia dan membahagiakan? Yang terbersit dalam pikiran saya adalah lampu.
Wait.. kok lampu?
Iyalaaaah.. lampu kan membuat terang/cerah suasana. Fasilitator juga begitu..bahagia karena bisa menjadi bagian dari proses yang mencerahkan dan membahagiakan bagi sekitarnya.
Hohoho.. daleeem 😎
Mungkin masih ada yang bertanya-tanya, sering mendengar kata fasilitator tetapi belum paham apa sih pengertian fasilitator?
Wikipedia menuliskan pengertian Fasilitator sebagai berikut
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi pengertian fasilitator adalah
fasilitator/fa·si·li·ta·tor/ n orang yang menyediakan fasilitas; penyedia: di dalam konsep belajar mandiri, guru dan sekolah tidak lagi menjadi titik pusat kegiatan, tetapi lebih bersifat sebagai pendukung dan -- kebutuhan murid
Berdasarkan asal katanya, berasal dari bahasa Perancis, facile yang artinya mudah. Sehingga fasilitator adalah pemudah cara.
Fasilitator sendiri bermacam-macam lho jenisnya. Ada fasilitator konflik, fasilitator bisnis, fasilitator pendidikan dan lain-lain. Karena berada dalam lingkup Institut Ibu Profesional maka fasilitator yang dimaksud adalah fasilitator pelatihan/pendidikan bagi orang dewasa, khususnya para ibu. pendidikan bagi orang dewasa memiliki karakteristik khusus dimana orang dewasa,
- Belajar karena adanya tuntutan tugas, tuntutan perkembangan atau keinginan peningkatan peran. Berbeda dengan anak-anak yang cenderung menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, orang dewasa akan belajar manakala pembelajaran ini dapat memenuhi tuntutan tugas, tuntutan perkembangan, dan tuntutan akibat peningkatan peran. Karenanya dalam pembelajaran orang dewasa perlu dijelaskan kaitan antara materi dengan tuntutan tugas, peran, dan tuntutan perkembangan mereka.
- Suka mempelajari sesuatu yang praktis, dapat langsung diterapkan, dan bermanfaat dalam kehidupannya.
- Dalam proses belajar ingin diperlakukan sebagai orang dewasa/dihargai
- Orang dewasa kaya pengalaman dan berwawasan luas, mempelajari sesuatu yang baru berdasar pengalamannya. Sebaiknya cara mempelajari sesuatu yang baru dimulai dari pengalaman-pengalaman mereka.
- Belajar dengan cara berbagi pendapat bersama orang lain.
- Mempertanyakan mengapa harus mempelajari sesuatu sebelum mereka mempelajari sesuatu. Jika anak-anak cenderung menerima topik pembelajaran, orang dewasa perlu mengetahui bahwa hal-hal yang mereka pelajari merupakan hal yang bermanfaat langsung bagi mereka.
- Belajar dengan memecahkan masalah tidak berorientasi pada bahan pelajaran
- Menyukai suasana pembelajaran yang membangkitkan kepercayaan diri.
- Memerlukan waktu yang lebih panjang dalam belajar karena memvalidasi informasi baru.
- Melanjutkan proses belajar jika pengalaman belajar yang dilaluinya memuaskan.
Terus apa bedanya dengan trainer?
Menurut Bukik di laman webnya,
Trainer adalah seseorang yang berperan mengajarkan sebuah pengetahuan/metode/tehnik pada sekelompok orang. Ada proses transfer pengetahuan dari trainer kepada peserta sehingga peserta tahu dan mampu melakukan keterampilan baru. Kewenangan trainer pada isi dan proses pertemuan. Trainer biasanya bertanggung jawab pada pembelajaran individual yang menghasilkan aksi personal.
Sedangkan fasilitator, tidak mengajar peserta lain yang bukan fasilitator. Kewenangannya pada proses pertemuan, tidak boleh mempengaruhi isi percakapan pertemuan. Meski demikian fasilitator bertanggung jawab pada pembelajaran kolektif. Orang-orang diajak berbagi dan merefleksikan pengalaman terbaik, menemukan inovasi, dan membuat keputusan bersama.
Karena tidak mengajar (berfungsi sebagai sumber ilmu) maka tidak masalah apabila latar belakang pendidikan fasilitator ternyata tidak sama dengan materi yang dibahas. Namun fasilitator perlu mempelajari dan menguasai tehnik fasilitasi yang efektif yang meliputi antara lain teknik partisipatif, teknik bertanya dan mendengarkan, tehnik memfasilitasi kesepakatan, dan seterusnya.
Sementara Siswoyo berpendapat seseorang akan menjadi fasilitator yang baik, dilihat dari 2 (dua) variabel determinan yang mempengaruhi yakni :
1. Sikap dan perilaku fasilitator, berkaitan dengan etika dan moral fasilitator dengan indikator
- Disiplin, kepemimpinan;
- Integritas;
- Kerjasama dan prakarsa
2. Kemampuan akademik, berkaitan dengan :
- Penguasaan substansi mata ajar yang dipilihnya.
- Mampu berkomunikasi dengan baik, serta dapat mentransfer buah pikirannya kepada orang lain melalui kemampuan melakukan presentasi yang baik.
- Menguasai strategi pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun fisik, yang dikenal sebagai pembelajaran interaktif.
Namun, tidak hanya cukup berhenti pada menjadi fasilitator yang baik, penting pula untuk menjadi fasilitator yang bahagia dan membahagiakan lhoo..
Berdasarkan pengalaman pribadi, saya mencatat ada 5 hal yang perlu dimiliki oleh seorang fasilitator
🔖 Alasan yang kuat.
Sebuah alasan adalah pendorong kita memencet tombol hijau "Lakukan!". Semakin kuat sebuah alasan, semakin cepat tombol itu menyala. Alasan bagi setiap orang tentulah berbeda-beda. Bagi saya, ketika pengumuman pembukaan Akademi Fasilitator IIP tiba, yang mendorong saya untuk mendaftar karena saya menganggap ini adalah pintu bagi saya untuk menambah kebermanfaatan. Sungguh saya tidak tahu batas usia. Alhamdulillah situasi dan kondisi pun sedang memungkinkan bagi saya untuk berkegiatan. Di sisi lain saya senang membersamai sebuah proses belajar. Apalagi jika akhirnya kebaikan yang diinginkan tercapai.. saya ikut bahagia.
Orang lain sangat mungkin memiliki alasan yang berbeda. Misalnya dengan menjadi fasilitator maka lingkup pertemanan akan semakin luas sehingga akan mempernudah urusan lainnya. Sah-sah saja demikian.
🔖 Senang belajar
Seorang fasilitator, meski bukan sumber ilmu, sudah semestinya seorang yang senang belajar (pembelajar sejati). Kesukaannya ini akan mendorong untuk mencari tahu lebih banyak saat menjumpai hambatan atau mempelajari ilmu yang belum ia ketahui. Belajar tentu dengan caranya sendiri. Bisa lewat membaca, melakukan (praktek), belajar dari pengalaman orang lain, dan sebagainya.
Sebagai contoh, saya belajar dengan banyak memperhatikan apa saja yang dilakukan fasilitator terdahulu dalam membersamai peserta dalam sebuah ruang kelas seperti cara menyampaikan kembali materi yang perlu diketahui peserta kelas, menggali kemampuan berdiskusi serta mengajak peserta kelas aktif ikut menyampaikan pendapatnya. Setelah itu saya tiru dan modifikasi sesuai dengan gaya saya sendiri.
Saya juga belajar dengan praktek langsung menjadi seorang fasilitator. Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya tentang karakteristik pendidikan orang dewasa, pada tahap awal saya perlu menyesuaikan diri, mengenal seisi ruang kelas. Alhamdulillah suasana cepat menjadi akrab dan nyaman, baik bagi saya maupun peserta kelas. Saya menyampaikan bahwa saya bukanlah seorang guru yang serba tahu melainkan fasilitator yang membantu memudahkan peserta memahami materi yang diberikan. Saya pun sedang belajar. Saya bukan penentu benar dan salah serta membuka forum diskusi seluas-luasnya untuk berpendapat, bercerita, sampai akhirnya menemukan suatu kesimpulan yang disepakati oleh seisi kelas dan menjadi bahan acuan belajar yang akan diterapkan pada masing-masing keluarga. Di akhir periode pembelajaran praktek pun kami evaluasi kembali. Di situlah saya acapkali menangkap binar-binar bahagia peserta kelas dan ini sungguh membuat saya sebagai fasilitator turut merasa bahagia.
🔖 Menjadikan hambatan sebagai tantangan.
Apakah karena hanya membersamai sebuah proses menjadikan tugas fasilitator akan berjalan mulus tanpa hambatan? Jawabnya tidak. Hambatan, entah besar atau kecil, tentu ada. Pada prinsipnya persepsi yang berbeda menghasilkan penyelesaian yang berbeda. Persepsi positif akan membuat fasilitator lebih mudah dan bahagia menjalankan perannya. Misalnya hambatan dalam menentukan waktu diskusi. Kecuali memang sudah ditetapkan jadwal sebelumnya, menyesuaikan jadwal sekian banyak orang dengan sekian banyak kesibukan membutuhkan kemampuan untuk menetapkan kesepakatan. Hambatan lain misalnya ketika ada peserta kelas yang berbeda pendapat dan mempengaruhi suasana kelas hingga menjadi sedikit gaduh. Untuk hal ini dibutuhkan ketenangan fasilitator dalam menanggapinya yang bisa diperoleh jika fasilitator tersebut memiliki persepsi yang positif. Hal yang berbeda akan terjadi jika fasilitator menanggapinya dengan emosional.
🔖 Menyadari keuntungan menjadi fasilitator.
Adalah hal yang amat wajar jika kita melakukan suatu kegiatan karena kita menyadari ada keuntungan yang bisa diperoleh. Hal ini akan membuat kita lebih berbinar dan tangguh menjalani setiap waktu yang harus dilewati. Demikian juga menjadi fasilitator. Saat kita menyadari ada keuntungan besar yang akan kita peroleh, maka apa pun hambatannya tak menyurutkan langkah. Keuntungan ini tentu bersifat personal.
Bagi saya, menjadi ridhoNya atas kebermanfaatan itulah keuntungan utama yang saya harapkan.
Keuntungan lainnya adalah
- Menguatkan ilmu yang sudah didapat dengan cara mengulang-ulang kembali bersama peserta kelas
- Menambah ilmu baru. Saya kerap berpikir ilmu yang sama dengan penyampaian berbeda seringkali menghasilkan ilmu baru, yang belum saya ketahui.
- Menambah pertemanan. Karena tidak hanya membersamai ibu-ibu yang berdomisil sama dengan saya, maka dengan menjadi fasilitator lingkar pertemanan saya pun bertambah luas.
- Mengkayakan kemampuan bersosialisasi.
- Memiliki manajemen diri yang lebih baik, seperti manajemen waktu, manajemen emosi, dan lain-lain yang mau tidak mau harus dilakukan agar tercapai tujuan memfasilitasi .
Semua orang tentu ingin menjadi lebih baik. Ada rasa bahagia yang hadir saat kita berhasil maju selangkah dibanding hari kemarin. Demikian pula dalam menjalani peran sebagai fasilitator. Setiap keuntungan yang diperoleh memberikan peluang untuk terus bertumbuh dan bahagia.
Namun adakalanya juga yang terjadi tak seperti yang diharapkan. Menambah peran baru sebagai fasil berarti mengajak untuk mengatur kembali ritme keseharian. Kadang kala menyebabkan beberapa aktivitas berbenturan. Akibatnya diri menjadi lebih emosional dan berdampak pula bagi orang-orang di sekitar. Hal ini menyebabkan proses tumbuh tertunda. Hanya tekad kuat yang selalu mampu menarik diri untuk bangkit dan bersemangat memperbaiki keadaan.
Sumber referensi
- https://kbbi.web.id/fasilitator
- https://id.wikipedia.org/wiki/Fasilitator
- http://bukik.com/mengapa-fasilitator-dibutuhkan/
- https://teraskita.wordpress.com/2013/03/25/teknik-fasilitasipanduan-bagi-fasilitator/
- https://siswoyo22.wordpress.com/2008/09/14/bagaimana-menjadi-fasilitator-yang-baik/
- http://docs.inasafe.org/id/training/tot/501_adult_learning.html
0 Comments:
Posting Komentar
Haiii.. tanpa mengurangi keakraban, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan yaa.. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi