Semua julukan biasanya berawal karena yang dilakukan si anak tidak sesuai dengan keinginan orang dewasa. "Gak mau diatur" begitu katanya. Gak mau diatur itu contohnya banyak. Seperti gak mau disuruh belajar..gak mau dilarang main..gak mau disuruh tidur siang, gak mau disuruh diam..pokoknya segala yang diawali dengan gak mau biasanya bikin orangtua langsung bilang "anakku nakal deh..begini-begitu...gak mau"
Terlalu
seringnya julukan-julukan itu didengar sehingga acapkali dianggap hal yang
wajar diberikan kepada anak. Hmmm..merasa anaknya sendiri sehingga sah-sah saja
orangtua memberikan julukan apapun? sesuai dengan kenyataan yang memang
demikian? atau memang cara kita memberi julukan itu sudah tepat? Ada
pengaruhnya gak sih ke perkembangan mental anak?..kita bahas yuk..
Pernah baca
buku Totto-chan Gadis Cilik di Jendela?
(Buku ini bagus banget buat jadi bacaan setiap orangtua dan pendidik..buat anak-anak juga oke..)
(Buku ini bagus banget buat jadi bacaan setiap orangtua dan pendidik..buat anak-anak juga oke..)
Cerita
bermula saat Totto-chan mencari sekolah baru..
Totto-chan
seorang gadis kecil. Ia dianggap nakal oleh Ibu Gurunya. Saking nakalnya sampai
ia dikeluarkan dari sekolah. Padahal Totto-chan baru kelas satu
SD. Mama
Totto-chan merasa khawatir dan tak habis pikir mengapa gadis kecilnya
dikeluarkan dari sekolah.
Usut punya usut ternyata wali kelasnya merasa sangat terganggu dengan ulah Totto-chan setiap hari di kelas. Mulai dari kebiasaannya membuka dan menutup meja (padahal ini ternyata dilakukan totto-chan karena menurutnya meja di sekolah itu amat bagus, bisa dibuka-tutup), kebiasaan Totto-chan berdiri di depan jendela untuk menunggu pemusik jalanan, memanggil pemusik itu lalu menyuruhnya bernyanyi sehingga seisi kelas pun ikut berlarian menghampiri, kebiasaannya bertanya pada burung walet "sedang apa?", dan kebiasaan-kebiasaan lain yang menurut walikelas tadi membuat kelasnya menjadi kacau. Anak yang 'kacau' tentu harus dikeluarkan dari kelas bukan?
Usut punya usut ternyata wali kelasnya merasa sangat terganggu dengan ulah Totto-chan setiap hari di kelas. Mulai dari kebiasaannya membuka dan menutup meja (padahal ini ternyata dilakukan totto-chan karena menurutnya meja di sekolah itu amat bagus, bisa dibuka-tutup), kebiasaan Totto-chan berdiri di depan jendela untuk menunggu pemusik jalanan, memanggil pemusik itu lalu menyuruhnya bernyanyi sehingga seisi kelas pun ikut berlarian menghampiri, kebiasaannya bertanya pada burung walet "sedang apa?", dan kebiasaan-kebiasaan lain yang menurut walikelas tadi membuat kelasnya menjadi kacau. Anak yang 'kacau' tentu harus dikeluarkan dari kelas bukan?
Sampai
akhirnya mama membawa Totto-chan ke sekolah baru. Tomoe Gakuen. Bentuk bangunan
sekolah ini berbeda lho dengan sekolah-sekolah lain. Bentuk kereta tak
bergerak. Untuk ruang kelas, sekolah itu menggunakan enam gerbong klereta yang
sudah tidak terpakai. Waaah..Totto-chan senang sekali mengetahui ia akan
belajar di "sekolah kereta". Mmm..totto-chan tak sabar memulai hari
pertamanya.
Mama membawa
Totto-chan menemui kepala sekolah. Mau tahu pertanyaan yang keluar dari mulut
kecil Totto-chan saat menyapa kepala sekolah untuk pertama kali? "Bapak
ini apa? kepala sekolah atau kepala stasiun?" (hehehe..) Pak Kepala
Sekolah tertawa. Sejurus kemudian ia menarik kursi ke dekat Totto-chan lalu
duduk berhadapan dengan gadis cilik itu. Beliau berkata "Sekarang
ceritakan semua tentang dirimu. Ceritakan semua dan apa saja yang ingin kau
katakan."
Totto-chan
tentu saja amat girang diminta bercerita sebanyak mungkin. Ia terus bercerita
sampai benar-benar kehabisan bahan cerita. Baru kali ini ia menemukan orang
yang tak bosan mendengar ceritanya dan tampak serius memperhatikan. Usai
Totto-chan bercerita..Kepala Sekolah berdiri dan meletakkan tangannya yang
besar dan hangat di kepala Totto-chan sambil berkata "Nah, sekarang kau
murid sekolah ini". Totto-chan merasa ia bertemu dengan orang yang
benar-benar disukainya. Kepala sekolah membuatnya merasa aman, hangat dan
tenang. Ia ingin bersama kepala sekolah selama-lamanya. (duuh pengen banget
bisa jadi kepala sekolah yang full understanding kayak gini dan disayang
murid..)
Di hari-hari
berikutnya..setiap kali berpapasan dengan Totto-chan, Kepala Sekolah selalu
berkata "Kamu benar-benar anak baik, kamu tahu itu kan?" Totto-chan
mempercayai kata-kata Pak Kepala sekolah. Apa yang beliau ingin agar dimengerti
oleh Totto-chan adalah : "Ada orang yang mungkin berpendapat kau bukan
anak baik dalam hal-hal tertentu, tapi wataknya yang sesungguhnya tidak buruk.
Banyak watak baik dalam dirimu dan aku tahu itu" Bertahun-tahun kemudian
Totto-chan baru memahami maksud Kepala Sekolah yang sesungguhnya. Beliau telah
menanamkan dalam-dalam rasa percaya diri dan keyakinannya bahwa ia "anak
baik"
Hal yang sangat berpengaruh besar pada keberhasilannya di kemudian hari.
..
Hal yang sangat berpengaruh besar pada keberhasilannya di kemudian hari.
..
Coba
bayangkan seandainya Pak Kepala Sekolah bersikap sama seperti walikelas di
sekolahnya terdahulu..
Sebenarnya efek negatif pemberian julukan pada anak telah beberapa kali diteliti. Penelitian "Pygmalion di kelas" yang terkenal dilakukan oleh Robert Rosenthal di Universitas Havard pada akhir tahun 1960an, para psikolog menaruh kecurigaan bahwa pemberian julukan dan pengharapan dari guru dan orangtua melekat pada predikat tersebut dan akan menjadi kenyataan. (nah lhooo..jangan sampeee..ih amit-amit!)
Jadi ketika anak itu mendapat julukan bodoh dan tidak becus melakukan suatu pekerjaan, sampai dewasa dia selalu merasa demikian. Akibatnya ia hanya mau melakukan pekerjaan yang menurutnya ringan dan tidak membutuhkan keterampilan khusus. Ia tidak mau bekerja keras. Orangtua pun karena sedari kecil telah memberi label bodoh dan tidak becus, sampai si anak besar dan mendapatkan hasil usaha seadanya, menganggap itu sebagai suatu kewajaran. "Emang dia gak bisa ngapa-ngapain dari kecil..maklum aja.." begitu bunyi pembenaran yang terlontar.
Percaya deh,
pastinya semua orangtua pengen anaknya sukses menjalani kehidupan. Oleh karena
itu mulai dari sekarang kita harus lebih memperhatikan julukan kita kepada
anak. Sebisa mungkin menghindari julukan yang negatif. Julukan positif juga
bisa bikin anak kita termotivasi berbuat lebih baik lho..Buat kita yang jadi
orangtua..julukan positif bakal mengalirkan energi yang positif juga. Minimal
pas bicara gak pakai nada tinggi. Jadi kesannya lebih adem. Setuju?
Berubah dari
sekarang Yok!
Anak-anak amat berhak mendapatkan julukan yang baik
Berhak juga mendapatkan pengharapan yang setinggi-tingginya dari kedua orangtuanya.
Anak-anak amat berhak mendapatkan julukan yang baik
Berhak juga mendapatkan pengharapan yang setinggi-tingginya dari kedua orangtuanya.
"Anak
pinter..Anak hebat..Anak santun..Anak sholeh.."
Tetep lebih enak kan dengernya?
Tetep lebih enak kan dengernya?
0 Comments:
Komentar baru tidak diizinkan.