Rabu, Desember 06, 2017

Andai Buku Pelajaran Seperti Buku Cerita

Brbrbbrrbrbrrrrr... si Ragil memainkan bibir sambil merebahkan badannya di lantai.  Tangannya masih memegang buku.
"Ada apa Dek?" tanya saya
"Kenapa siii bikin buku pelajaran kayak begini.. kan bacanya aku boseeen.. coba bikinnya kayak buku cerita.. ?"
Iya ya..
Membuka lembaran demi lembaran buku pelajaran anak-anak, saya bisa mengerti, andai buku pelajaran seperti buku cerita..

Membuat sebuah buku yang menarik dan komunikatif menjadi tantangan yang luar biasa bagi para penulis buku pelajaran yang "diminta" untuk memasukkan konten bahan ajar sedemikian banyak dalam buku pelajaran yang disusun. "Pelajaran SMP sekarang sudah diberikan untuk SD, jangankan murid..gurunya pun bingung" demikian kata seorang teman yang mantan guru. Dengan target bahasan harus selesai, akhirnya cara instan yang diambil adalah "memaksa" anak untuk menghapal. Padahal tidak semua anak suka dan cepat menghapal.

Saya tahu Ragil suka sekali dengan gambar dan berimajinasi. Pernah saya melihat gambar-gambarnya di buku catatan.  Atau di lain waktu ia mencoba mencari tutorial di youtube untuk membantunya menyelesaikan sesuatu. Jadi kali ini saya pun ingin menggunakan media tersebut untuk membantunya memahami pelajaran.

Kebetulan si Ragil sedang membaca buku pelajaran sejarah. Saya ajak ia berbincang santai diselingi canda, membahas bab yang sedang ia baca. Saya selipkan imajinasi dan pertanyaan dalam obrolan, misalnya itu "Jaman itu belum ada komputer repot gak ya Dek? suasana diskusinya seperti apa ya kira-kira? ini tanggalnya berdekatan (disebutkan tanggalnya) .. berturut-turut ya menyiapkan kemerdekaan..tokohnya siapa aja Dek yang ikutan?" Sehingga secara tidak langsung ia pun sambil menghapal.

Kemudian saya ajak ia menonton film Janur Kuning.  Film dari jaman saya kecil..hehehe. Dari sini ia mendapat gambaran seperti apa gerilya, bagaimana sikap belanda terhadap pribumi, dan apa yang dilakukan para pejuang. Tidak hanya menambah gambaran dari peristiwa yang ada tetapi juga makna kata. Selesai menonton, kami membahas dan menghubungkannya dengan materi di buku. Alhamdulillah sepertinya memang dengan cara demikian lebih menyenangkan baginya.

Saya jadi teringat saat duduk di bangku SD, guru saya mengenalkan semangat patriotisme dan sejarah para pahlawan dengan menugaskan kami membuat drama musikal perjuangan. Mulai dari bahan cerita, alur, hingga perlengkapan disiapkan sendiri. Drama ini dilombakan antar kelas sehingga kami semakin semangat berlatih agar bisa menampilkan yang terbaik. Akhirnya kami tidak hanya belajar sejarah tetapi juga belajar mandiri, kompak dan disiplin.
Mungkin drama ini pun bisa menjadi alternatif kegiatan belajar bagi murid-murid sekarang agar tidak hanya terpaku pada buku, selain kunjungan-kunjungan yang telah sering dilakukan.

Menumbuhkan minat belajar membutuhkan kreativitas dari guru, orangtua, dan anak.  Belajar yang menyenangkan akan memancing kesukaan pada proses belajar secara keseluruhan dan berpengaruh pada kegiatan belajar di masa-masa berikutnya.










0 Comments:

Posting Komentar

Haiii.. tanpa mengurangi keakraban, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan yaa.. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi