Selasa, November 21, 2017

Ibuku Pahlawanku

Oh Ibuku.. dengarkanlah suara dalam hatiku..
Ku bersyukur, ku bahagia, atas limpahan nikmatNya
Ku ingat hari-hari lalu, Ku ingat masa-masa lalu
Betapa senang ketikaku bersama Ibu..

Kau ajar aku, mengenal Allah lewat sholat dan puasa
Kau ajar aku, mencinta Allah lewat apa yang dicipta
Jalinan kasih darimu Ibu, terukir indah dalam hatiku
Kesabaranmu tak pernah surut oleh sang waktu

Yaa Allah Maha Penyayang, sayangilah Ibuku
Yaa Allah Maha Pengasih, beri petunjuk kami selamanya..


Menyanyikan nasyid yang saya buat untuk ibu dan menuliskan kembali kisah bersama Ibu, membawa saya berlayar ke masa-masa bersama beliau.  Iya, Desember 2003 Ibu tiada. Saat itu anak kedua saya baru menjelang usia 4 bulan. Masih teringat jelas saat Ibu membesuk saya di rumah sakit selepas melahirkan. Entah mengapa rasanya ingin sekali menahan Ibu untuk tetap tinggal dan menginap di rumah sakit. Tapi Ibu harus pulang. Dan setelah Ibu meninggalkan kamar, air mata pun tak terbendung.  Sesak di dada menampung rasa ingin bersama Ibu...


Ibu saya perempuan luar biasa. Seingat saya, beliau tidak pernah mengucapkan kata "Ibu sayang kamu Nak" atau "I love u Nak" atau yang sejenisnya. Tetapi cinta Ibu terasa begitu besar untuk kami, anak-anaknya. Di setiap hal yang beliau lakukan.  Di cemilan sore yang sengaja beliau buatkan untuk kami nikmati bersama, di pakaian yang Ibu buat dengan jahitan tangan , juga di tengah upaya kerasnya agar kami, 4 bersaudara ini, bisa terus sekolah sampai perguruan tinggi. Sepeninggal Bapak, ibulah yang mengambil alih tugas sebagai tulang punggung keluarga.

Bukanlah hal mudah berubah secara mendadak dari seorang ibu rumahan yang hanya tahu mengurus anak, menjahit, memasak, sambil sesekali mengikuti kegiatan ibu-ibu Dharma Wanita,  menjadi seorang ibu yang harus bermental baja, bertambah tugas mencari nafkah.  Karena mengandalkan uang pensiun Bapak saja tidak cukup. Apalagi saat itu kakak saya yang paling besar belum lama kuliah, kakak kedua duduk di bangku SMA, kakak ketiga duduk di bangku SMP, sedangkan saya masih duduk di bangku kelas 2 SD. Ibu memiliki harapan tinggi untuk masa depan kami.  Segala upaya halal yang bisa dilakukan, pasti Ibu lakukan.

Karena di masa itu masih banyak para ibu yang mengenakan kain batik, maka usaha pertama yang ibu pilih adalah berjualan kain batik. Dulu, sewaktu Bapak masih ada, kami sering ke Solo (Bapak berasal dari Solo) dan beberapa kali mengunjungi pasar Klewer.  Pasar inilah yang Ibu pilih untuk membeli kain batik. Ibu berangkat menggunakan kereta pagi menuju Cirebon, kota kelahiran Ibu,  terlebih dahulu. Lalu Ibu mengajak adiknya (saya memanggil dengan sebutan Tante) untuk menemani beliau berbelanja batik. Dengan kereta malam, mereka pun berangkat ke Solo. Adzan subuh belum juga berkumandang saat mereka tiba di stasiun. Sambil menunggu pasar memulai aktivitasnya, Ibu dan Tante beristirahat di Masjid Agung yang tak jauh dari pasar Klewer. Dan setelah pedagang kain membuka kiosnya, Ibu mulai memilih dan membeli kain batik yang hendak dijual. Selesai berbelanja, Ibu langsung pulang kembali ke Jakarta, tidak langsung ke rumah, melainkan ke kantor tempat Bapak bekerja dulu menawarkan dagangannya, baru kemudian kembali ke Depok.  Begitu terus selama beberapa waktu.

Saat kain batik mulai berkurang peminatnya dan sedang banyak yang menggunakan rok jeans, Ibu pun berganti haluan menjual rok jeans. Kali ini Ibu tidak ke Solo, tetapi ke pasar Tanah Abang saja. Di pasar tersebut, ada teman kakak saya juga yang memiliki kios tas produksi sendiri.  Mulai dari tas sekolah sampai tas bepergian.  Ibu boleh ambil tanpa modal sepeser pun. Tas yang tidak terjual boleh dikembalikan tanpa denda.  Alhamdulillah, ini sangat meringankan untuk Ibu. Sore hari, adalah waktu bagi Ibu untuk menawarkan dagangannya, dari rumah ke rumah.  "Sambil silaturahmi" kata Ibu. Ada yang tertarik membeli, ada yang tidak. Semua Ibu layani dengan sabar.

Usaha Ibu berganti lagi. Saya lupa penyebabnya apa tetapi saat itu beliau beberapa kali ke rumah sakit untuk fisioterapi. Demikian juga dengan saya yang beberapa kali harus bolak balik berobat ke dokter, baik karena demam, operasi kecil, dan lain-lain.   Ibu memilih menerima pesanan kue dan berjualan es mambo saja. Kue lapis, kue sakura, bolu kukus, talam asin, serabi, merupakan beberapa kue yang menjadi andalan Ibu. Senang berlama-lama duduk menemani Ibu membuat kue.  Ikut mencicipi adonan, seraya berharap ada kue matang yang bisa saya icipi juga.
Malam hari digunakan Ibu untuk membuat es Mambo Kacang Hijau, dengan gula asli tentunya. Hingga rasa manisnya lebih awet dan sehat. Tugas saya dan kakak mengantarkan termos berisi es ini untuk dititipkan ke beberapa warung.  Termasuk warung yang ada di sekolah saya.  

Melihat perjuangan Ibu, tanpa Ibu perlu meminta, kami semua sadar diri dan ingin membantu semampu yang kami bisa. Kakak saya yang kuliah berusaha mendapatkan beasiswa untuk memenuhi biaya kuliah yang cukup besar, kakak yang SMP menghemat uang bekal dengan mengendarai sepeda menuju sekolah yang cukup jauh jaraknya dan sisa uang bekal ditabung untuk keperluan sekolah lainnya atau sesekali membelikan benda yang saya suka sebagai hadiah penghibur. Sementara saya dengan cara berusaha menerima apa saja yang Ibu berikan tanpa protes. Mulai dari uang jajan yang tak seberapa (jatah jajan 6 hari saya sama dengan jatah teman saya jajan 1 hari), baju yang lebih banyak hasil jahitan ibu dengan bahan seadanya (seringnya dari sisa kain katun pesanan jahitan sprei), dan pilihan sepatu semurah mungkin, meski akhirnya gampang jebol dan harus ganti lagi.

Rasanya semua yang kami lakukan tetap tak sebanding dengan apa yang sudah Ibu berikan. Tak pernah kami mendengar ibu mengeluh lelah mencari nafkah sambil tetap mengurus keperluan kami sehari-hari.  Ibu, adalah pahlawan yang telah mengajarkan banyak hal tanpa banyak kata dan menunjukkan indahnya sabar di setiap peristiwa.  Mengingat beliau, membuat kami mengingat ketegaran seorang Ibu yang seakan memiliki kekuatan tanpa batas demi anak-anaknya.

Doa kami untukmu Ibu, semoga semua lelahmu, membuahkan senyum di alam sana, dan berbalas pahala serta keridhoanNya..
Aamiin Yaa Robbal'aalamiin



0 Comments:

Posting Komentar

Haiii.. tanpa mengurangi keakraban, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan yaa.. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi