Buku Strawberry Generation karangan Rhenald Kasali (cetakan ke-1, Juni 2017) adalah salah satu buku yang bisa kita baca untuk membantu memahami apa sebenarnya yang terjadi. Buku ini mengingatkan kita akan buku Rhenald Kasali sebelumnya, Self Driving. Beberapa topik bahasannya sama. Tetapi dalam buku Strawberry Generation penekanan isinya lebih banyak ditujukan sebagai bekal bagi orangtua. Sehingga tak ada salahnya mengulang kembali.
Rhenald Kasali menggunakan istilah bagi generasi anak-anak sekarang sebagai Strawberry Generation. Buah strawberry sendiri dalam lukisan kanak-kanak termasuk buah yang mudah digambar. Bentuknya eksotis dan indah. Namun, begitu strawberry kena benturan, atau tergesek sikat gigi saja, ia begitu mudah terkoyak lalu hancur. Seperti itulah Strawberry Generation.
Menariknya, generasi ini lahir dari tangan orangtua yang jauh lebih sejahtera dari generasi-generasi sebelumnya. Mereka dari kelas menengah baru yang sudah mempunyai rumah sendiri, bahkan kendaraan, gadget, dan akses informasi yang lebih luas.
"Pada mulanya adalah mind set". Demikian Rhenald Kasali mengawali pembahasan tentang Strawberry Generation dalam Bab 1. Kata para ahli , mindset adalah set of assumption. Jadi mindset terdiri atas asumsi-asumsi yang dianut seseorang dan sudah tidak cocok dengan kebutuhan yang baru. Dalam banyak hal, mereka terkurung oleh pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan sendiri. Seorang ahli perilaku, Carol Dweck, membagi mindset ke dalam 2 jenis yaitu growth mindset yang siap berubah dan fixed mindset yang merasa sudah selesai. (hal 3)
Anak-anak yang memiliki fixed mindset, menurut Carol Dweck memiliki karakter antara lain menolak tantangan baru, menganggap kerja keras sia-sia, tidak senang menerima kritik (umpan balik negatif), dan bila ada orang lain yang lebih hebat darinya, dia sangat sinis dan menganggap mereka sebagai ancaman. Orang-orang seperti ini biasanya arogan dan sering membanggakan "apa yang sudah dia capai". Prestasi akademis masa lalu bisa menjadi pemicunya.
Benar, kita memang membutuhkan orang pintar. Tetapi bukanlah pintar yang sudah selesai. melainkan yang dapat diatur untuk tumbuh (growth mindset).
Rhenald Kasali menuliskan, itulah tugas sebagai pendidik, merombak cara berpikir agar anak didik tumbuh, bukan sekedar mendapat ijazah. (hal 9)
Rhenald Kasali juga punya sebutan lain untuk generasi strawberry yakni generasi wacana.
Indikatornya simpel. Kita bisa dengan mudah menemukan mereka di mana-mana. Contohnya begini. Ada dahan yang patah dan menghalangi jalan. Lalu lintas pun jadi macet. Apa yang dilakukan oleh generasi wacana?
Dengan gawainya, mereka memotret dahan itu, juga memotret kemacetan yang terjadi. Lalu menggunggahnya ke media sosial, tentu disertai dengan komentar. Isinya kritik. "Di mana Dinas Pertamanan kita? Ada dahan tumbang kok didiamkan!"
Lalu, ketika hasil unggahannya dikomentari banyak orang, senangnya bukan main. Begitulah potret generasi wacana. Padahal, kalau mau membantu, dia bisa menyingkirkan dahan tersebut dari jalan. Bukan hanya berwacana. (hal 29)
Kata banyak orang, karena galau dan hanya sibuk berwacana, negara kita tertinggal sepuluh tahun dibandingkan negara-negara lain.
Kalau Ingin Anak Hebat, Orangtua Harus Berubah!
Dari buku ini kita mulai bisa menyimpulkan apa yang menjadi penyebab anak-anak di masa sekarang kurang tangguh, yakni tak lain dari mindset dan pola didik yang kita tanamkan sendiri kepada anak-anak. Sebagai orangtua, kita sering dilanda kekhawatiran kalau anak-anak kita tidak bisa bertahan hidup karena bodoh. Anak-anak harus pintar secara akademis. Dan agar semakin lancar mencapai tujuan semua sarana yang menunjang kemudahan pun disiapkan oleh orangtua.
Setali tiga uang, banyak institusi pendidikan menggunakan mindset yang sama. Alih-alih memberikan pendidikan karakter dan budi pekerti, pendidikan akademislah yang diutamakan dengan alasan ini untuk memenuhi dengan target pendidikan nasional dan memenuhi permintaan orangtua.
Penting bagi kita untuk mendidik anak-anak bermental driver (driver mentality), yang mampu berpikir ke arah yang tepat, antara lain dengan melatihnya berani melakukan "kesalahan". Sebab, orang-orang yang melakukan kesalahan sesungguhnya adalah orang yang tidak berbuat apa-apa. (hal 52).
Sementara takut berlebihan yang dimiliki orangtua bisa membuat anak-anak "lumpuh" dan bermental penumpang. (hal 63).
Hadiahkan anak-anak tantangan. Pujian boleh untuk menyemangati, bukan untuk membuatnya selalu mudah. Karena hidup yang indah adalah hidup yang sebenarnya, yaitu alam yang penuh tantangan.
Pesan Rhenald Kasali
"Jangan cepat-cepat merampas kesulitan yang dihadapi anak-anakmu. Sebaliknya, berilah mereka kesempatan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan"
0 Comments:
Posting Komentar
Haiii.. tanpa mengurangi keakraban, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan yaa.. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi