Minggu, Desember 10, 2017

Handphone Mengalihkan Dunia


Ibu : "Dek, ayo makan"
Ragil : "Iya nanti" sambil terus main game di handphone
Lain waktu..
Ibu : "Dek, bantuin Ibu dong.."
Ragil : "oteweee" tapi tetap tak bergerak, matanya terus menatap layar handphone yang menampilkan seorang youtuber sedang membahas trik game
Ibu : "Deeeekkk...!" suara Ibu mulai meninggi 😤
Ragil :"iyaaaa..iyaaaaa.. "

Harus mulai lebih perhatian nih .. handphone mengalihkan dunia anak-anak.
Sampai makan saja harus berkali-kali diingatkan.
Dulu mereka tidak terlalu lekat.
Saya perhatikan justru saat mulai bersekolah di luar rumah malah menjadi akrab dengan handphone.
Apalagi tugas sekolah, komunikasi dengan teman dan guru, pengumuman, banyak dilakukan via handphone.
Eh jadi nyalahin tugas sekolah yah 🙈
Yang pasti harus ada yang diperbaiki lagi.

Ibu : "Adek kalau nonton youtube atau main game menikmati banget"
Ragil :"Iyalah.."
Ibu : "Handphone itu utamanya buat main game atau komunikasi ya?"
Ragil : "Dua-duanya" (sambil nyengir)
Ibu : "Oh gitu..  setahu ibu manfaat utamanya buat komunikasi. Sudah tambah besar, pilih kegiatan yang bermanfaat ya Dek"
Ragil : "Game juga bermanfaat. Bikin aku seneng sama nyenengin yang bikin game.. kan gamenya dimainin"
Ibu : "Lebih asik lagi kalo manfaatnya gak buat satu atau dua orang. tapi banyak orang"
Ragil : "Iya"
Ibu : "Kita pilih kegiatan yang bermanfaat ya"

Pembicaraan tentang memilih kegiatan berhenti. Begitu juga kegiatan bersama handphone. Tetapi keesokan harinya kembali seperti semula.
Sepulang sekolah sibuk dengan handphone.
Sampai kaos kaki pun tak dilepas.

Berarti belum mengena obrolannya.
Atau mungkin sedang berproses?

Sampai suatu malam. di wag United 1 IIP Depok ada seorang ibu yang berbagi tentang penggunaan gadget di rumahnya. Alhamdulillah sekarang anak-anaknya sudah lepas dari ketergantungan dengan gadget. Katanya ini berawal saat ia mendengar cerita anak teman sekantornya yang baru berusia 5 tahun mengalami buta sementara akibat terlalu lama terpapar gadget. Saya langsung teruskan cerita ini ke anak-anak. "Emang bener Bu? mana coba aku baca tulisan (chatt)nya"
"Baca aja"
"Kalian juga harus hati2. Keseringan melihat hape memang bisa bikin bola mata kering. Makanya ibu ingetin terus. Gak pengen kalian begitu.. gak bisa lihat gimana coba.. gak bisa sekolah, ketinggalan pelajaran.  Sekarang ibu batasi aja ya pakai hapenya.. kalian juga lagi UAS kan.."
"Iya deh.." jawab si Ragil.

Alhamdulillah..
Sekarang anak-anak lebih mudah bekerjasama dan mematuhi jadwal penggunaan handphone.
Kadang masih ada sedikit protes "Ibuuu kayak di sekolah aja sama bu Guru"
Dan saya menjawab kalem "Kan buat kebaikan kalian juga.." 😊

Semakin bijak menggunakan handphone ya?





 



Kamis, Desember 07, 2017

Senyumlah Nak !


Di pertemuan terakhir dengan si mbarep saat liburan, wajahnya masih terlihat kaku menahan pikiran.  Bicaranya masih pelan dan tanpa senyum. Saya tahu ia sedang berusaha keras beradaptasi dengan lingkungan asrama. Hal yang mungkin mudah untuk mahasantri lain.  Bertemu teman baru yang berbeda tipe, ritme asrama, dan perkuliahan adalah tantangan besar baginya setelah sekian lama 24 jam bersama kami.

"Senyumlah Nak! " tulis saya di instan messenger.

Si Mbarep hanya  membalas dengan ikon jempol.

"Senyum itu meringankan beban hati. Asal jangan senyum-senyum sendiri"canda saya.

"Iya" balasnya singkat.

"Eh ibu lagi buka bukunya Ustadz Syafii Antonio nii yang "Muhammad The Greatest Inspirator & Motivator".  Ada juga tentang senyum. Mau Ibu tulisin di sini?"

"Boleh" balasnya singkat lagi. 
"Tersenyumlah ketika bertemu dengan saudara kalian, dan itu termasuk ibadah" (HR At Tirmidzi)
Jika senyum tulus itu bernilai ibadah maka pasti ada sesuatu dalam senyuman yang membuatnya begitu utama.
Apalagi Rasulullah SAW sendiri selalu menghiasi wajahnya dengan dengan senang tersenyum kepada siapa saja.

Jarir bin Abdullah Al Bajli berkata "Tidaklah Rasulullah SAW melarangku (untuk masuk ke rumahnya setelah aku minta izin) sejak aku masuk Islam, dan tidaklah beliau melihatku, kecuali beliau selalu menampakkan senyum di depan wajahku" 

 Rasulullah SAW senang bersikap demikian karena keutamaan-keutamaan yang terkandung di balik senyuman. Diantara keutamaan di balik senyuman yang tulus adalah tumbuhnya perasaan senang di hati yang menerimanya.  Bisa jadi, rasa senang tersebut lebih besar ketimbang menerima sesuatu yang bersifat materi. 

Senyum itu bisa menjadi stimuli antar pribadi. 
Motivator Jonatan Saturo mengatakan, 
"Kebanyakan masalah tidak bisa diselesaikan karena wajah yang tidak tersenyum." 
Orang yang menghiasi wajahnya dengan senyuman juga akan menjadikan dirinya tampil lebih menarik, serta menimbulkan persepsi kebaikan seperti mengundang persahabatan, rasa hormat, dan pengendalian diri.

  
Lagi-lagi si Mbarep memberikan ikon jempol.


Senyumlah Nak!
Bukan untuk menyembunyikan..
Apalagi bertopeng
tetapi untuk kebaikan hati kita jua..






Rabu, Desember 06, 2017

Andai Buku Pelajaran Seperti Buku Cerita

Brbrbbrrbrbrrrrr... si Ragil memainkan bibir sambil merebahkan badannya di lantai.  Tangannya masih memegang buku.
"Ada apa Dek?" tanya saya
"Kenapa siii bikin buku pelajaran kayak begini.. kan bacanya aku boseeen.. coba bikinnya kayak buku cerita.. ?"
Iya ya..
Membuka lembaran demi lembaran buku pelajaran anak-anak, saya bisa mengerti, andai buku pelajaran seperti buku cerita..

Hot Button

Ujian Akhir Sekolah tiba! Pasti ga ada yang teriak "horeee" 😁
Dari masa ke masa ujian selalu mampu membuat murid membuka buku pelajaran lebih sering dari biasanya. Tak terkecuali Gendhuk dan Ragil. Alhamdulillah beberapa hari sebelumnya mereka sudah meringkas atau membuat mind map sendiri. Kebiasaan yang mereka lakukan sedari homeschooling dulu.

"Bahannya banyak bangettt.. males" kata si Ragil sambil membuka buku paket.
"Iyaa niihh .. 8 bab.. " timpal Gendhuk
"Kok males?" tanya saya.
"Iyaaa pelajarannya gak sukaa" jawab si Ragil.
"Bukunya gak menarik" 😑
"Banyak yang musti dihapal.."

Si Ragil memang tidak menyukai pelajaran menghapal seperti IPS, PKn, dan lain-lain. Ia lebih suka pelajaran matematika. Setiap tiba saat harus menghapal, belajarnya menjadi ogah-ogahan. Entah sambil bernyanyi atau membaca keras-keras dengan nada semaunya atau sebentar belajar sebentar diam-diam menonton youtube (jadi emak harus siaga kalau acara menghapal yang heboh tetiba menjadi sunyi).  

Ibu : "Ayo dong semangat belajarnya"
Ragil : "Kan gak suka ibuuuu"
Gendhuk : "Iya Bu, kan gak semua pelajaran suka. Emang ibu suka semua pelajaran?"
Ibu : "Ngng.. ya gak juga siii"
Gendhuk : "Nah kan sama.."
Ibu : "Iya tapi semua pelajaran, suka gak suka, ya tetap Ibu pelajarin sungguh-sungguh"
Ragil : "Kenapa? gak suka kok sungguh-sungguh?"
Ibu : "Gak semua hal kan kita suka Dek. Buat mencapai tujuan kadang ada hal yang kita gak suka tetapi harus dikerjakan. Kayak pelajaran sekolah yang ngapalin gini. Gak bisa milih di sekolah mau belajar apa. Semua harus dipelajarin, semua nanti nilainya dicantumin di rapor.  Ibu pengen rapor Ibu bagus. Kalau cuma ada nilai yang pelajaran Ibu suka aja, rata-rata rapornya jadi jelek"
Gendhuk : "Cuma pengen nilai rapor bagus doang?"
Ragil : "Aku mah biasa aja..kata Ibu kan yang penting belajarrr"
Ibu : 🙈
Ibu : "Ya karena Ibu juga punya latar belakang.. punya alasan.. ada hot buttonnya.  Udah pernah tau belum tentang Hot Button?"
Gendhuk : "Apa alasan Ibu? Belum.."
Ibu :"Ibu kan yatim. Ibu lihat ibunya ibu kerja keras biar ibu bisa sekolah. Ibu pengen bikin Ibunya ibu bangga, usahanya gak sia-sia. Nah ini namanya hot button..yang bikin kita jadi semangat terus, pengen usaha terbaik. Ibu dulu gak tau ini disebut Hot Button. Ibu taunya pas di MLM.  Masih ingat tante "M" kan?
Gendhuk :"Iya"
Ibu : "Tante itu usahanya sungguh-sungguh banget pengen berhasil, pengen bahagiain mama-papanya. Dulu pas papanya masih hidup, pernah suatu ketika sakitnya kambuh dan harus dibawa ke rumah sakit. Ketok-ketok rumah tetangga deket buat bantu anterin tapi gak ada yang bukain"
Gendhuk : "Kok ada tetangga begitu?"
Ibu : "Ya adalah. Abis itu Tante bertekad harus punya uang banyak biar kalau Papa atau Mamanya sakit gak perlu ketok-ketok pintu tetangga lagi. Ini hot buttonnya Tante "M" sampai sekarang. Nah supaya terus semangat kita juga harus temukan hot button kita apa. Utamanya pasti karena Allah akan senang juga kalau kita berusaha sungguh-sungguh"

Gendhuk diam. Mungkin sedang berusaha mencerna dan mencari hot button miliknya sendiri.
Ragil juga.

Hening..
Kembali melanjutkan belajar



 

Senin, Desember 04, 2017

Berani Mencoba

Beberapa pekan ini si Mbarep sedang menimbang tawaran menjadi bendahara kelompok. Bolak balik ia bertanya via whatsaspp apakah sebaiknya diterima atau tidak.
Saya sendiri selalu membiasakan anak-anak untuk belajar mengambil keputusan. Setiap bentuk keputusan pasti memiliki konsekuensi. Dengan menerima konsekuensi, ia akan belajar juga bertanggung jawab.  Jika saya memberikan jawaban pasti, sama saja dengan saya tidak membiarkan ia tumbuh menjadi pribadi yang tidak bertanggung jawab.
Maka keputusan yang diambil, saya serahkan kembali padanya.



Agak lama juga baginya membuat keputusan. Meskipun sudah saya berikan beberapa masukan. Membuat saya bertanya-tanya apa yang menjadi keberatannya?
Oh ... rupanya ia khawatir uangnya hilang dan harus mengganti. Apalagi tinggal di asrama dengan banyak orang sementara ia tidak memegang kunci gembok kamar. Di sisi lain ia sedang berusaha berhemat "Gak ngerepotin minta uang Ayah terus.."
Dan bukan hanya perkara mengganti, tetapi juga ia tidak ingin menjadi perbincangan jika tidak amanah dalam menjaga uang kas.

Hmm..

"Pengalaman gak bisa dibeli" begitu balasan chatt saya.
"Kalau memang uang hilang bukan karena keteledoran Mas (sapaan saya untuknya), gak usah takut.  Misalnya diambil orang.. kan musibah. Nah yang dijaga bagaimana supaya gak teledor. Belajar gak teledor berarti belajar memegang amanah. Seperti Rasulullah SAW, memegang amanah sampai mendapat gelar Al Amin. Ini yang juga yang modal Rasulullah dalam berdakwah"

Saya ceritakan kembali seperti yang dituliskan oleh Syafii Antonio dalam bukunya "Muhammad SAW The Greatest Inspirator & Motivator" bahwa karakter terpercaya Rasulullah SAW itu tidak hanya masa sebelum diutus menjadi rasul tetapi juga masa sesudahnya.  Terbukti dengan masih banyak masyarakat yang senang "menitipkan" barang-barang berharga mereka ke beliau. Ketika hendak hijrah ke Madinah, beliau memberikan mandat kepada Ali bin Abu Thalib untuk mengembalikan seluruh barang titipan kepada pemiliknya. Bayangkan, bahkan di saat Rasulullah SAW banyak dibenci karena ajaran Islam yang dibawanya, masih tetap dipercaya.

Sudah pasti gelar ini tidak terjadi dengan sendirinya melainkan terwujud dari suatu proses (sebab). Peribahasa mengatakan "Trust is not built in overnight" kepercayaan tidak dibangun dalam 1 malam.

"Mas ingin jadi pemimpin kan? latihannya dari sekarang. Kalau dirasa berat sekali masalah menyimpan uang bicarakan kekhawatiran Mas akan uang dengan yang lain. In syaa Allah akan ada solusi bersama."

Tapi sepertinya ia masih ada yang ia pikirkan. Tak lama ia mengirimkan chatt lagi
"Bu, katanya kalau mau dapat beasiswa kuliah gak harus ikutan organisasi.  Awalnya aku memang mau jadi bendahara buat bekal organisasi, bisa kenalan banyak orang"
Saya membalas chattnya "Memang benar beasiswa bisa aja gak usah ikut organisasi. Tapi Mas mungkin hanya akan ada di pendidikan saja misalnya jadi dosen/pengajar. Kalau mau jadi rektor atau ketua jurusan kan harus ada bekal organisasi karena membawahi dosen-dosen dan karyawan. Pilihan Mas sendiri mau jadi apa nanti.  Kata Pak Rhenald Kasali, Indonesia membutuhkan orang pintar tetapi bukan orang pintar yang sudah selesai/ mandeg. Melainkan mau tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik."


Akhirnya Si Mbarep pun menulis "Aku siap berubah"
Alhamdulillah..
Dan pagi ini saya mendapat kabar ia menerima amanah sebagai bendahara 👍😍

"Jaga amanahnya ya Nak, berikan kualitas terbaik!"









 

Sabtu, Desember 02, 2017

Jurnal Fasilitator Bunda Sayang Level #5


 MENSTIMULASI ANAK SUKA MEMBACA

Berkaitan dengan kegiatan belajar, membaca merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai anak.  Meski berdasarkan Permendikbud No 17 Tahun 2017 sekolah dasar diwajibkan menerima seluruh siswa tanpa seleksi apa pun (termasuk tes baca) tetap saja lembaga kursus membaca untuk usia balita banjir peminat. Ini dikarenakan masih banyak orangtua yang beranggapan lebih cepat bisa membaca lebih baik. Padahal dalam menguasai kemampuan membaca yang terpenting bagi anak  adalah menumbuhkan rasa suka membaca, bukan sekedar bisa membaca.  Kesukaan membaca akan membuatnya terus bergairah menambah ilmu, tidak berhenti di suatu waktu.
Oleh karena itu Menstimulasi Anak Suka Membaca pun menjadi tema game level #5 bagi para ibu peserta Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional.
Dan selama cawu kedua saya mendapatkan amanah sebagai Fasilitator membersamai Kelas Bunda Sayang Batch #2 Tangerang Selatan.  Kelas yang pesertanya hampir semua aktif dalam berdiskusi dan sering berbagi pengalaman dalam mendidik anak.  Alhamdulillah senang sekali karena saya pun mendapat banyak tambahan Ilmu.

Tantangan Game Level 5 sebagai berikut :

Iqra! Bacalah! Perintah Tuhan pertama kali ini mengingatkan kita bahwa membaca merupakan sebuah proses penting dalam mengenal diri.

Membaca merupakan jembatan ilmu, makanan bagi otak, dan juga bisa melatih imajinasi. Serta banyak lagi manfaat dari membaca.


Yuk, jadikan diri kita teladan bagi anak dan keluarga!

🌴 Jadilah teladan
✅ Jadwalkan family reading time, membacalah bersama anggota keluarga

✅ Buatlah pohon literasi untuk masing-masing anggota keluarga, rimbunkan dengan judul buku yang telah dibaca

✅ Diskusikan dengan anggota keluarga tentang buku yang telah dibaca, gunakan untuk menambah pengetahuan dan merekatkan hubungan dengan anggota keluarga lainnya

👨‍👩‍👧‍👦 Bagi yang sudah memiliki anak
📖 Jadilah ibu teladan, membacalah bersama anak (sesuai dengan tahapan usia anak).
📷 Dokumentasikan kegiatan membaca anda
📝 Tempelkan judul buku yang telah dibaca pada pohon literasi

👫 Bagi anda yang belum memiliki anak
📖 Membacalah!
📷 Dokumentasikan kegiatan membaca anda
💭 Diskusikan dengan suami tentang buku yang sudah dibaca
📝 Tempelkan judul buku yang telah dibaca pada pohon literasi

👰🏻 Bagi anda yang belum menikah
📖 Membacalah!
📷 Dokumentasikan kegiatan membaca anda
📝 Rimbunkan pohon literasi dengan buku-buku yang sudah anda baca.

❕Gunakan hashtag
#GameLevel5
#Tantangan10Hari
#KuliahBunsayIIP
#ForThingstoChangeIMustChangeFirst

❗Bagi anda yang menggunakan blog, tambahkan label
Bunda Sayang
Ibu Profesional
IIP
For Things To Change, I Must Change First

🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻🔺🔻

Membaca tantangan pohon literasi ini, diskusi seru tentang pembuatan Pohon Literasi dan beragam pertanyaan lainnya pun datang, antara lain
  • Apakah bentuknya boleh tidak berupa pohon? 
  • Apakah boleh dihitung beberapa lembar bacaan sebagai 1 daun?
  • Apakah boleh mendapatkan daun jika yang dibaca bukan 1 judul buku melainkan 1 judul artikel elektronik?
  • Apakah boleh yang dibaca buku saku tipis?
  • Apakah boleh membaca buku yang sama, selesai 1 judul, namun berulang-ulang?
dan seterusnya
    Saya menjawab dengan menegaskan kembali sesuai tugas tertulis yang diberikan dalam grup Fasilitator Nasional yaitu "Buatlah pohon literasi (berbentuk pohon) untuk masing-masing anggota keluarga, rimbunkan dengan judul buku (berarti 1 buku, bukan beberapa lembar, bukan artikel, boleh tipis, boleh diulang) yang telah dibaca".

    Selesai diskusi teknis game, maka tahap pengerjaan tantangan game dimulai dengan membuat pohon literasi. Ada yang membuat sendiri, bersama anak, dan atau suami. Ternyata hasil kreativitas pohon literasinya keren-keren. Padahal sebelumnya sempat ragu apakah bisa membuat pohon literasi.  Ini baru pohonnya, belum cerita lucu yang mengiringi pemasangan daun :

    "Anak saya menolak terlibat games baca buku ini.. 🤦🏻‍ padahal tadi cerita mau main games bikin pohon, lalu klo Mirai baca 1 buku nanti daunnya ditempel di pohon itu. Dia protes keras, katanya ga mau main games kayak begini.. maunya baca buku seperti biasa aja. 😂😂" (Nareswari)

    "... kmrn pas aku lg ketiduran dia buka2 buku sendiri tau2 pas bangun buku dimana2. 😅" (Faradilla)

    Dari obrolan selama pengerjaan game saya perhatikan umumnya lebih banyak difokuskan pada anak-anak. Terutama bagi peserta yang masih memiliki anak usia balita yang memang masih harus dibacakan.
    Setiap tugas yang di tag ke saya di sosmed umumnya menunjukkan perkembangan pohon literasi yang semakin rimbun daunnya.

    Masa pengerjaan tantangan pun usai. Kami mulai review tantangan. Saya sampaikan terlebih dahulu review dari Fasilitator Nasional.

    Institut Ibu Profesional
    Review Materi Bunda Sayang sesi #5

    📚 MEMBANGUN KELUARGA LITERASI 📚

    Selamat untuk anda para bunda di kelas bunda sayang yang sudah berhasil menyelesaikan tantangan game level  5.

    Banyak kreasi literasi yang muncul, mulai dari pohon literasi, pesawat literasi, galaksi literasi dll. Semua yang sudah bunda kerjakan di tantangan kali ini sesungguhnya bukan hanya melatih anak-anak dan seluruh anggota keluarga untuk SUKA MEMBACA,  melainkan melatih diri kita sendiri agar mau berubah.

    Seperti tagline yang kita gunakan di tantangan level 5 kali ini, yang menyatakan

    "  for things to CHANGE, I must CHANGE FIRST "

    Sebagaimana yang kita ketahui, tantangan abad 21, tidak cukup hanya membuat anak sekedar bisa membaca, menulis dan berhitung, melainkan kita dan anak-anak dituntut untuk memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung, berbicara dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat di sekitar kita. Kemampuan inilah yang saat ini sering  disebut literasi ( National Instiute for Literacy, 1998 )

    Institut Ibu Profesional akan mendorong munculnya gerakan literasi yang nyata yaitu mulai dari dalam keluarga kita. Apabila seluruh keluarga Ibu Profesional sudah menjalankan gerakan literasi ini maka akan muncul rumah  literasi, muncul kampung literasi, dan insya Allah negara kita dipenuhi masyarakat yang literat. Tidak gampang mempercayai dan menyebarkan berita yang baik tapi belum tentu benar, makin memperkuat struktur berpikir kita, sehingga selalu mengutamakan "berpikir terlebih dahulu, sebelum berbicara, menulis dan menyebar berita ke banyak pihak"

    KOMPONEN LITERASI

    ☘ Literasi Dini ( Early literacy)
    Kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Pengalaman anak-anak dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.

    ☘ Literasi Dasar ( Basic Literacy)
    Kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengkomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi

    ☘ Literasi Perpustakaan (Library Literacy)
    Kemampuan memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah

    ☘ Literasi Media (Media Literacy)
    Kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.

    ☘ Literasi Teknologi (Technology Literacy)
    Kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi.
    Kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet

    ☘ Literasi Visual (Visual Literacy)
    Pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, dengan memanfaatkan materi visual dan audio-visual secara kritis dan bermartabat


    Keluarga hebat adalah keluarga yang terlibat
    Maka libatkanlah diri kita dalam gerakan literasi di dalam keluarga terlebih dahulu.
    Pahami komponen-komponen literasi, dan lakukan perubahan yang paling mungkin kita kerjakan secepatnya.
    Pohon literasi janganlah berhenti hanya sampai di tantangan materi kali ini saja. mari kita lanjutkan sehingga gerakan ini akan membawa dampak bagi keluarga dan masyarakat sekitar kita.


    Salam Ibu Profesional

    /Tim Fasilitator Bunda Sayang/

    📚Sumber bacaan :

    http://dikdas.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2016/03/Desain-Induk-Gerakan-Literasi-Sekolah1.pdf
    Clay dan Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) , 2001
    Beers, dkk, A Principal’s Guide to Literacy Instruction, 2009
    National Institute for Literacy, 1998

    ✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿✿

    Keesokan harinya saya baru memulai diskusi review.  Tidak seperti diskusi review dalam cawu sebelumnya, kali ini diskusi saya lakukan dalam bentuk pertanyaan yang jawabannya masih berhubungan dengan materi review.

    Saya mulai dengan mengapresiasi pohon literasi rimbun. Ternyata beberapa mengatakan daun yang rimbun lebih banyak berasal dari buku yang dibaca anak, bukan orang tua. Penyebabnya karena memang mendahulukan anak, time management orang tua yang belum tepat, orangtua sendiri belum terbiasa membaca buku, dan lain-lain.

    Jawaban ini memancing pertanyaan-pertanyaan saya berikutnya

    Tanya : Jadi apa aja pelajaran dari membuat pohon literasi kali ini untuk keluarga?

    Tanggapan beberapa peserta :

    "Harus punya target untuk pengembangan diri melalui membaca, khususnya buat mamak dan bapaknya yang rantingnya syepii daun 😖" (Yesi)

    "Pelajaran dikeluarga kami adalah ayah dan bunda harus "mencontoh" anak yg semangat literasinya lebih tinggi dari pada kami ortunya. Anak yg belum bisa membaca selalu semangat utk dibacain buku, nah kami (ortu) yg sdh bisa membaca malah kadang semangat bacanya kurang... 😔" (Dwi Yunita)

    "Jiwa berkompetisi banyak2an baca buku sama bapaknya
    kalo sama anaknya jelas kalah mulai tumbuh.
    Bapaknya jd mulai ikutan baca" (Yulita)

    "Jika menginginkan anak yg gemar baca, maka orang tua nya pun harus gemar baca" (Syarah)

    "Orang dewasa pun perlu reward reward kecil sebagai motivasi, demi menempel selembar daun lebih semangat membaca buku, Itu pun akhirnya ga selesai satupun buku dalam 17hari" (Tresna)

    "Menanamkan kebiasaan membaca, cinta literasi.. harus diteladankan dan dibiasakan.. insyaAllah menular..." (Lely)

     "Membuat pohon literasi membuat pengingat saya bahwa hari ini udah baca buku blm yaa...waah daunnya blm nambah2...pas daunnya nambah seneng bgt krn punya 'history' buku yg sudah pernah dibaca. 😆" (Fasta)


    Tanya : Menarik.. hmm kalau kita terus mendorong anak2 suka membaca sementara anak2 jarang melihat kita membaca bagaimana ya?

    Tanggapan beberapa peserta :

    "maluuu sama anak huhu.." (Yesi)

    "Jd ada alasan kl diminta baca buku: "mami papi jg jarang baca" 😦" (Nika)

    "ada kemungkinan anak menolak atau beralasan  ketika kita mengajak mereka membaca,,,😁😁" (Tya)

    "Anak-anak akan kurang berbinar-binar dalam membaca buku, bahkan bisa menolak membaca buku krn mereka tidak bisa merasakan sesuatu yang menarik dr buku. 😰" (Fasta)


    Tanya : Kira2 gimana dong biar kita juga bisa punya waktu buat baca buku teratur?

    Tanggapan beberapa peserta :

    "Jadwalkan per hari misal stgh jam baca buku" (Nika)

    "Atur jadwal dan target baca buku...
    Misal, setiap mau tidur minimal baca 5 halaman.." (Lely)

    "Menjadikan membaca buku jg prioritas, menjadwalkan dgn teratur" (Yulita)

    "Duuuh ini masalah aq bgt.. Klo ada waktu kosong,, malah buat baca grup atau liat sosmed..
    Untuk baca buku masih beraaatt bgt..
    Tapi semangat klo bacain buku anak..
    Dan anak pun mulai rutin minta di bacain buku.. " (Irma)


    Tanya : Intinya memang harus meluangkan waktu ya buat kita sendiri membaca. Entah pagi, siang, atau malam. Apalagi biar bagaimanapun, "ruh"nya pasti bedalah.. mengajak karena juga melakukan dengan mengajak gak melakukan.
    Sekarang cerita dong .. gimana tanggapan para paksu dengan game literasi ini?


    Tanggapan beberapa peserta:

    "Paksu pun gak mau kalah... Ikutan tantangan juga.. alhamdulillah selama 15hr berhasil menamatkan 4 buku (tipis) 😍👏🏻"
    Waktu diajakin... "abi ga ikutan ya, pusing sama uas"
    Tapi tetep konsisten membacakan buku untuk anak kalau sedang senggang waktunya...
    Kemarin sore, paksu tertegun lihat Alaric bener2 memperhatikan ketika dibacakan buku sama saya, disentuh2 gambarnya, bubling, kayak ngerti...
    Proses tdk mengkhianati hasil yaa..
    Jadinya pengen beli buku lagi biar Alaric makin seneng sama buku... "
    (Lely)

    "Awalnya paksu mengernyitkan dahi mba. Bilangnya, plg kerja udah capek, mami. Tp alhamdulillah stlhnya msh mau sih bacain buku anak" (Nika)

    "Paksu ga mau kalah.
    Awal2 saya WA tiap hari
    "Udah baca buku apa hari ini?" Lama2 laporan sendiri.
    Walopun sebagian besar laporannya adalah "baca buku rekening" 😒" (Yulita)

    "Paksu emang dasarnya lebih rajin baca dari saya.
    Pokonya bukunya persipilan dan bisnis yg ia suka.
    Kalau pulang dan Ghazi masih bangun, biasanya suka bacain. Krn Ghazi yg nagih" (Ika)

    "Paksu support bgt mba.. Walaupun paksu ga baca samsek.. 😞
    Tapi Paksu dengan senang hati bacain buku buat anak-anak,, dan ikutan beliin buku anak jg.. 😊" (Irma)


    Pertanyaan saya berikutnya adalah apakah gairah membaca buku itu bisa menular? Semua sepakat menjawab "Ya"
    Dari sini bisa disimpulkan bahwa bukan tidak mungkin untuk menjadikan keluarga kita sebagai keluarga yang gemar membaca, karena ayah, ibu, dan anak bisa saling menularkan semangat membaca.  Di akhir diskusi saya tuliskan

    "Inti dari diskusi kita kali ini adalah kita mencoba mengenali lebih dalam apa yang ada dalam keluarga kita masing2, kelebihan dan tantangannya, terkait dengan usaha kita menumbuhkan kesukaan membaca.Sebelum keluarga kita menjadi agen perubahan bagi lingkungan, menularkan gairah membaca" 




    Sumber Bacaan

    • http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/berita/permendikbud-no-17-tahun-2017-tentang-ppdb
    • Diskusi Whatsapp Grup Kelas Bunda Sayang Batch #2 Tangerang Selatan, Fasilitator Farida Ariyani
    • Materi Bunda Sayang Institut Ibu Profesional level #5, oleh Tim Fasilitator Bunda Sayang
    • Review Bunda Sayang Sesi #5, oleh Tim Fasilitator Bunda Sayang



    Senin, November 27, 2017

    Mengenal Generasi Strawberry

    Kids jaman now, menjadi istilah yang sedang beken saat ini. Selain memiliki kelebihan, tak sedikit juga orang tua yang membandingkan anak-anak jaman now dengan jaman dulu. "Anak sekarang maunya serba enak" dan "Anak sekarang sukanya main hape terus" sering dibandingkan dengan kalimat "Jaman ayah dulu mau apa-apa harus nabung" dan "Dulu mah gak ada hape, jadi mainnya lebih kreatif", dan seterusnya.  Ada juga yang menyebut kids jaman now sebagai Generasi Micin. Disebut demikian karena anak sekarang melakukan sesuatu hal tanpa berpikir terlebih dahulu. "Kebanyakan makan micin" konon begitu penyebabnya. Hmm.. sepertinya banyak yang salah di jaman now. Benarkah demikian? apakah penyebabnya?

    Sabtu, November 25, 2017

    Kreativitas itu Anugerah

    Kreativitas itu Anugerah.  DihadiahkanNya pada manusia untuk menyenangkan hati dan sebagai modal untuk mengarungi kehidupan.  (Farida Ariyani) 
    Kata-kata ini yang saya ada dalam pikiran saya tentang kreativitas, setelah mengerjakan tantangan game level #9 Be Creative, bahwa kreativitas merupakan hadiah dari Allah yang luar biasa.  Dan saya yakin, hadiah kreativitas ini telah Allah berikan pada setiap manusia, tanpa terkecuali. Tugas kita untuk lebih mengenali dan menggali lagi, bentuk kreativitas yang kita miliki.

    Kreativitas tak terbatas pada kemampuan menghasilkan suatu produk.  Dalam keseharian, kreativitas tidak hanya dibutuhkan pada bidang keterampilan.  Tetapi juga pada bidang-bidang lain.  Contoh,  seorang pemimpin yang ingin menggerakkan bawahannya ke arah yang lebih positif, membutuhkan kreativitas. Untuk itu, ia membuat terobosan-terobosan pemikiran baru. Terobosan pemikiran ini termasuk dalam kreativitas.  Contoh lain, seorang ibu rumah tangga yang kesulitan karena anaknya susah makan sayur padahal sudah dibuatkan masakan enak, membutuhkan kreativitas dalam cara penyajian. Memotong wortel dalam bentuk bunga, menggunakan garpu berbentuk es krim, membujuk makan sambil bergaya lucu juga merupakan bentuk kreativitas.
    Begitu luasnya lingkup kreativitas, hingga kita perlu berpikir ulang untuk cepat mengatakan tidak bisa/tidak memiliki kreativitas.

    Produk yang dihasilkan dalam kreativitas pun tidak melulu harus yang canggih. Banyak produk yang sederhana namun bermanfaat yang juga termasuk hasil dari kreativitas. Misalnya produk-produk yang dihasilkan dari limbah rumah tangga seperti tas dari bungkus minyak kemasan, gantungan kunci dari bungkus kopi, dan lain-lain. Hal ini jugalah yang menjadi inspirasi saya dalam mengerjakan tantangan game Be Creative, yakni membuat suatu produk dengan menggunakan bahan yang ada di sekitar, dengan budget seminim mungkin tetapi dibutuhkan.  Contohnya Remember Board yang saya buat dari kertas kado dan dipasang pada gantungan baju. Selain itu, saya pun menantang diri sendiri untuk menerapkan kreativitas dalam bentuk yang lebih luas lagi seperti berlatih kreatif dalam menyampaikan suatu maksud.

    Mengerjakan tantangan game ini memang mengajak saya untuk lebih meningkatkan lagi kemampuan berkreatifitas. Selesai satu hari tantangan, maka untuk tantangan hari berikut saya kembali berpikir apa lagi yang bisa saya lakukan? apa lagi kemampuan berkreasi yang belum saya maksimalkan? karena belum berhasil, apa yang harus saya lakukan? Demikian saya merasakan pikiran terstimulus hingga semua tantangan 10 hari terpenuhi. Dan ternyata memang dalam diskusi di wag Bunda Sayang Koordinator bersama Ibu Septi Peni Wulandani, saya menyimpulkan dengan mengerjakan tantangan Be Creative ini secara sekaligus belajar High Order Thingking Skill.

    Apa yang dimaksud dengan High Order Thingking Skill?
    Menurut wikipedia. 

    Higher-order thinking, known as higher order thinking skills (HOTS), is a concept of education reform based on learning taxonomies (such as Bloom's taxonomy). The idea is that some types of learning require more cognitive processing than others, but also have more generalized benefits. In Bloom's taxonomy, for example, skills involving analysis, evaluation and synthesis (creation of new knowledge) are thought to be of a higher order, requiring different learning and teaching methods than the learning of facts and concepts.
    Higher-order thinking involves the learning of complex judgmental skills such as critical thinking and problem solving. Higher-order thinking is more difficult to learn or teach but also more valuable because such skills are more likely to be usable in novel situations (i.e., situations other than those in which the skill was learned).
    Sederhananya, belajar tentang HOTS adalah belajar tentang bagaimana mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
    Contohnya saat kita membaca sebuah artikel di whatsapp yang dikirimkan oleh seorang teman, dalam usaha HOTS, maka kita tidak akan menelan mentah-mentah artikel tersebut melainkan berusaha berpikir kritis, membandingkan tulisan tersebut dengan tulisan lain, berusaha mencari data yang valid, dan seterusnya

    Darwono dalam artikelnya di Kompasiana yang berjudul "High Order Thingking Skill Guru" menuliskan kemampuan berpikir tingkat tinggi menjadi hal yang wajib dimiliki oleh peserta didik dan ini dimulai dengan guru yang harus terlebih dahulu meningkatkan HOTSnya. Dan setidaknya ada 5 Hal yang harus dimiliki
    1. Kemampuan problem solving
    2. Berpikir Kritis (Critical Thingking)
    3. Berpikir Kreatif
    4. Kemampuan berargumentasi (reasoning)
    5. Membuat kesimpulan (decision making)
    Para ibu rumah tangga pun guru di rumah bagi anak-anak. Menerapkan HOTS menjadi tantangan tersendiri bagi para ibu. Dengan mengembangkan iklim HOTS di rumah, akan lahir generasi yang tidak mudah terbawa arus serta akan mampu menghadapi tantangan jamannya. Ini yang saya maksud dengan berpikir kreatif Allah hadiahkan sebagai modal agar kita mampu beradaptasi dan bertahan hidup.

    Sama-sama kita berusaha ya?
    Mulai dari sekarang 😊

    Sumber Bacaan

    1. Wikipedia, High-Order Thingking
    2 .Diskusi WAG Bunda Sayang Koordinator bersama fasilitator Septi Peni Wulandani
    3. Artikel Kompasiana, Darwono, High Order Tingking Skill Guru, 2016


      

    Jumat, November 24, 2017

    Bapakku Pahlawanku

    Kebersamaan saya dengan Bapak.. terbatas hingga usia 7 tahun saja.
    Saya duduk di bangku kelas 2 SD, cawu kedua, saat Bapak dipanggil Allah.
    Waktu yang terbilang singkat, tetapi saya si pengamat kecil, merasa bangga sekali punya orangtua seperti Bapak.

    Bapak itu suka berteman..
    Demikian yang saya amati dari keseharian bersama Bapak.
    Hampir setiap hari selepas isya ada saja yang datang bertamu ke rumah.
    Sesekali, Bapak menyengaja membeli minuman botol di pasar sebagai stok suguhan minuman bagi para tamu yang akan datang. Wah, begitu melihat Bapak mengeluarkan motor saya pasti bergegas ikut, duduk di bagian depan, menemani Bapak seraya menikmati angin sore yang bertiup sepoi-sepoi.
    Ibu  pun seperti mengerti kesukaan Bapak, sering membuat cemilan-cemilan enak sebagai penambah suguhan bagi para tamu. 
    Dalam kehangatannya menyambut tamu, Bapak meletakkan dalam memori saya, bagaimana seharusnya bersikap memuliakan tamu dan mensyukuri sebuah pertemanan.


    Kata Ibu, Bapak senang sekali saat saya lahir. Bapak memang mengharapkan memiliki anak perempuan. Karena 3 anak sebelumnya laki-laki. Setelah saya berusia 5 tahun, Bapak kerapkali membelikan saya pakaian yang sama persis dengan Ibu. Hanya beda ukuran saja.  Sampai-sampai Ibu pernah berceletuk "Punya anak perempuan jadi kayak punya kembaran.." Hehehe.. Mungkin karena Bapak senang melihat anak dan ibu seperti kompak. Tetapi meski saya anak perempuan satu-satunya, Bapak tidak pernah memanjakan. Tidak semua yang saya minta pasti Bapak penuhi. Pernah suatu ketika, saat rapor kelas 1 saya memuaskan (dan saya tahu Bapak bangga sekali dengan prestasi ini), saya meminta dibelikan boneka sebagai hadiah, tetapi Bapak malah membelikan buku saku rumus matematika. Rumus-rumus yang baru akan saya pelajari di kelas 3 SD nanti. Bisa dibayangkan betapa kecewanya saya. Bukan mainan yang didapat melainkan buku pelajaran!  Saya pun merajuk dan menangis. Awalnya Bapak membujuk tapi lama-lama malah jadi kesal karena saya semakin merajuk dan semakin keras menangis.  Setengah marah Bapak mengatakan buku ini lebih penting dari mainan.  Karena takut melihat Bapak yang mulai marah tangis saya pun perlahan berhenti.  Sambil sesegukan setengah terpaksa saya menerima hadiah dari Bapak.  Setahun kemudian memang buku rumus itu mulai terasa manfaatnya.  Dan setiap melihatnya, saya teringat kembali peristiwa ini.

    Sebagaimana "anak kolong" lainnya, kami pun dididik dengan disiplin oleh Bapak.  Terutama disiplin dalam menunaikan ibadah sholat. Jika tidak ke mesjid, kami sholat berjamaah di rumah. Bapak selalu memantau kedisplinan sholat kami. Kalau lalai, sapu lidi kecil sudah pasti menyapa betis. Tidak keras tapi cukup memberi efek jera dan membuat bergegas sholat.  Disiplin yang sama juga Bapak terapkan dalam menuntut ilmu.  Bapak tidak menekankan nilai rapor anak-anaknya harus bagus. Tetapi bersungguh-sungguh itu wajib.  Dan Bapak tidak mentolerir bolos.  Ketahuan bolos, maka lagi-lagi sapu lidi menyapa betis. Sapaan itu berhenti sampai kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

    Setelah kami besar, kami sering membicarakan masa-masa penuh disiplin bersama Bapak. Kami sepakat, hasil ajaran Bapaklah yang membuat kami terbiasa berusaha bersungguh-sungguh. Kami semua betah berlama-lama mengerjakan sesuatu yang membuat kami penasaran akan hasilnya. Kegagalan tak pernah membuat berhenti. Terkadang, masa ini menjadi bahan candaan juga, bermain tebak-tebakan siapa yang paling banyak disapa betisnya oleh sapu lidi..apalagi ditambah mengingat penyebabnya.. hahahaha.. kami berempat tertawa geli.

    Bapak yang keras dalam menekankan disiplin, adalah Bapak yang juga cinta dengan alam. Bapak menularkan kecintaannya ini dengan sering mengajak kami berjalan-jalan di hari libur menikmati pemandangan. Jangan dikira kami mengunjungi tempat wisata, bukan..bukan ke sana tujuan kami.  Tempat wisata hanya kami kunjungi saat kami mudik lebaran. Itu pun bersama keluarga besar dari pihak Ibu.  Sementara dengan pihak keluarga Bapak kami lebih banyak bersilaturahmi dari satu saudara ke saudara lainnya.  Di luar itu kami cukup menikmati yang kami temui saja di jalan. Misalkan kami pergi ke Sukabumi, maka Lido bukanlah tujuan utama, melainkan "tepian" Lido yang kala itu juga masih asri. Kami berhenti di pinggir jalan, menggelar tikar, mengobrol, memandang Lido dari kejauhan, sambil menikmati bekal santap siang yang sudah disiapkan Ibu. Juga ketika kami pergi ke Puncak, yang dilakukan hanyalah menikmati pemandangan kebun teh, menelusuri jalan setapak, dan menghirup udara segar.  Wisata sederhana namun sangat berkesan.  Kecintaan akan alam terus terbawa hingga kami dewasa dan kami tularkan kembali kepada anak-anak kami, cucu-cucu Bapak.

    Bapak itu Pahlawan..
    Bintang tanda jasa atas usaha Bapak menjadi orangtua yang terbaik bagi kami memang tak tampak di pundak Bapak tetapi jelas sekali Bapak telah berjasa menanamkan nilai-nilai kehidupan dan memberikan teladan yang nyata.
    Sampai akhir hayatnya, Bapak tak bosan mengingatkan, menenangkan, dan meneguhkan kami sekeluarga.
    Saat tubuhnya terasa membaik, Bapak masih sempat berkelakar dengan mengatakan kepada kakak saya, kalau Bapak ingin pulang naik bis, transportasi yang biasa kami gunakan untuk mengunjungi Bapak ke rumah sakit.
    Perkataan yang menenangkan namun selang beberapa hari kemudian Bapak berpulang padaNya.
    Pusara Bapak pun menjadi penanda akhir kebersamaan.
    Tetapi Bapak selalu ada di hati.

    Sungguh masih amatlah sedikit kami membahagiakan beliau semasa hidup.
    Kini rindu senantiasa mengiringi ucapan terimakasih dan doa yang tak henti..
    Semoga Allah yang akan membalas jasa-jasa Bapak, dengan berjuta rahmat dan ampunan ..
    Aamiin
     




    Selasa, November 21, 2017

    Ibuku Pahlawanku

    Oh Ibuku.. dengarkanlah suara dalam hatiku..
    Ku bersyukur, ku bahagia, atas limpahan nikmatNya
    Ku ingat hari-hari lalu, Ku ingat masa-masa lalu
    Betapa senang ketikaku bersama Ibu..

    Kau ajar aku, mengenal Allah lewat sholat dan puasa
    Kau ajar aku, mencinta Allah lewat apa yang dicipta
    Jalinan kasih darimu Ibu, terukir indah dalam hatiku
    Kesabaranmu tak pernah surut oleh sang waktu

    Yaa Allah Maha Penyayang, sayangilah Ibuku
    Yaa Allah Maha Pengasih, beri petunjuk kami selamanya..


    Menyanyikan nasyid yang saya buat untuk ibu dan menuliskan kembali kisah bersama Ibu, membawa saya berlayar ke masa-masa bersama beliau.  Iya, Desember 2003 Ibu tiada. Saat itu anak kedua saya baru menjelang usia 4 bulan. Masih teringat jelas saat Ibu membesuk saya di rumah sakit selepas melahirkan. Entah mengapa rasanya ingin sekali menahan Ibu untuk tetap tinggal dan menginap di rumah sakit. Tapi Ibu harus pulang. Dan setelah Ibu meninggalkan kamar, air mata pun tak terbendung.  Sesak di dada menampung rasa ingin bersama Ibu...


    Ibu saya perempuan luar biasa. Seingat saya, beliau tidak pernah mengucapkan kata "Ibu sayang kamu Nak" atau "I love u Nak" atau yang sejenisnya. Tetapi cinta Ibu terasa begitu besar untuk kami, anak-anaknya. Di setiap hal yang beliau lakukan.  Di cemilan sore yang sengaja beliau buatkan untuk kami nikmati bersama, di pakaian yang Ibu buat dengan jahitan tangan , juga di tengah upaya kerasnya agar kami, 4 bersaudara ini, bisa terus sekolah sampai perguruan tinggi. Sepeninggal Bapak, ibulah yang mengambil alih tugas sebagai tulang punggung keluarga.

    Bukanlah hal mudah berubah secara mendadak dari seorang ibu rumahan yang hanya tahu mengurus anak, menjahit, memasak, sambil sesekali mengikuti kegiatan ibu-ibu Dharma Wanita,  menjadi seorang ibu yang harus bermental baja, bertambah tugas mencari nafkah.  Karena mengandalkan uang pensiun Bapak saja tidak cukup. Apalagi saat itu kakak saya yang paling besar belum lama kuliah, kakak kedua duduk di bangku SMA, kakak ketiga duduk di bangku SMP, sedangkan saya masih duduk di bangku kelas 2 SD. Ibu memiliki harapan tinggi untuk masa depan kami.  Segala upaya halal yang bisa dilakukan, pasti Ibu lakukan.

    Karena di masa itu masih banyak para ibu yang mengenakan kain batik, maka usaha pertama yang ibu pilih adalah berjualan kain batik. Dulu, sewaktu Bapak masih ada, kami sering ke Solo (Bapak berasal dari Solo) dan beberapa kali mengunjungi pasar Klewer.  Pasar inilah yang Ibu pilih untuk membeli kain batik. Ibu berangkat menggunakan kereta pagi menuju Cirebon, kota kelahiran Ibu,  terlebih dahulu. Lalu Ibu mengajak adiknya (saya memanggil dengan sebutan Tante) untuk menemani beliau berbelanja batik. Dengan kereta malam, mereka pun berangkat ke Solo. Adzan subuh belum juga berkumandang saat mereka tiba di stasiun. Sambil menunggu pasar memulai aktivitasnya, Ibu dan Tante beristirahat di Masjid Agung yang tak jauh dari pasar Klewer. Dan setelah pedagang kain membuka kiosnya, Ibu mulai memilih dan membeli kain batik yang hendak dijual. Selesai berbelanja, Ibu langsung pulang kembali ke Jakarta, tidak langsung ke rumah, melainkan ke kantor tempat Bapak bekerja dulu menawarkan dagangannya, baru kemudian kembali ke Depok.  Begitu terus selama beberapa waktu.

    Saat kain batik mulai berkurang peminatnya dan sedang banyak yang menggunakan rok jeans, Ibu pun berganti haluan menjual rok jeans. Kali ini Ibu tidak ke Solo, tetapi ke pasar Tanah Abang saja. Di pasar tersebut, ada teman kakak saya juga yang memiliki kios tas produksi sendiri.  Mulai dari tas sekolah sampai tas bepergian.  Ibu boleh ambil tanpa modal sepeser pun. Tas yang tidak terjual boleh dikembalikan tanpa denda.  Alhamdulillah, ini sangat meringankan untuk Ibu. Sore hari, adalah waktu bagi Ibu untuk menawarkan dagangannya, dari rumah ke rumah.  "Sambil silaturahmi" kata Ibu. Ada yang tertarik membeli, ada yang tidak. Semua Ibu layani dengan sabar.

    Usaha Ibu berganti lagi. Saya lupa penyebabnya apa tetapi saat itu beliau beberapa kali ke rumah sakit untuk fisioterapi. Demikian juga dengan saya yang beberapa kali harus bolak balik berobat ke dokter, baik karena demam, operasi kecil, dan lain-lain.   Ibu memilih menerima pesanan kue dan berjualan es mambo saja. Kue lapis, kue sakura, bolu kukus, talam asin, serabi, merupakan beberapa kue yang menjadi andalan Ibu. Senang berlama-lama duduk menemani Ibu membuat kue.  Ikut mencicipi adonan, seraya berharap ada kue matang yang bisa saya icipi juga.
    Malam hari digunakan Ibu untuk membuat es Mambo Kacang Hijau, dengan gula asli tentunya. Hingga rasa manisnya lebih awet dan sehat. Tugas saya dan kakak mengantarkan termos berisi es ini untuk dititipkan ke beberapa warung.  Termasuk warung yang ada di sekolah saya.  

    Melihat perjuangan Ibu, tanpa Ibu perlu meminta, kami semua sadar diri dan ingin membantu semampu yang kami bisa. Kakak saya yang kuliah berusaha mendapatkan beasiswa untuk memenuhi biaya kuliah yang cukup besar, kakak yang SMP menghemat uang bekal dengan mengendarai sepeda menuju sekolah yang cukup jauh jaraknya dan sisa uang bekal ditabung untuk keperluan sekolah lainnya atau sesekali membelikan benda yang saya suka sebagai hadiah penghibur. Sementara saya dengan cara berusaha menerima apa saja yang Ibu berikan tanpa protes. Mulai dari uang jajan yang tak seberapa (jatah jajan 6 hari saya sama dengan jatah teman saya jajan 1 hari), baju yang lebih banyak hasil jahitan ibu dengan bahan seadanya (seringnya dari sisa kain katun pesanan jahitan sprei), dan pilihan sepatu semurah mungkin, meski akhirnya gampang jebol dan harus ganti lagi.

    Rasanya semua yang kami lakukan tetap tak sebanding dengan apa yang sudah Ibu berikan. Tak pernah kami mendengar ibu mengeluh lelah mencari nafkah sambil tetap mengurus keperluan kami sehari-hari.  Ibu, adalah pahlawan yang telah mengajarkan banyak hal tanpa banyak kata dan menunjukkan indahnya sabar di setiap peristiwa.  Mengingat beliau, membuat kami mengingat ketegaran seorang Ibu yang seakan memiliki kekuatan tanpa batas demi anak-anaknya.

    Doa kami untukmu Ibu, semoga semua lelahmu, membuahkan senyum di alam sana, dan berbalas pahala serta keridhoanNya..
    Aamiin Yaa Robbal'aalamiin



    Jumat, November 17, 2017

    Belajar Kreatifitas di IIP

    Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional yang saya ikuti kini sudah memasuki game level #9. Tema yang diusung adalah “Be Creative”. Duh membaca tulisan “Creative” mata saya berbinar-binar. Terbayang asiknya berkreatifitas. Iya, bagi saya berkreatif berarti saya akan mengerjakan sesuatu yang membuat saya betah berlama-lama dan hal yang dihasilkan membuat saya selalu merasa senang. Dan kata kreatif sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti : 1) memiliki daya cipta; kemampuan untuk mencipta; 2) bersifat mencipta. 

    Selasa, November 14, 2017

    Rumah Stik Atap Kardus

    Masih seputar rumah stik es krim yang dibuat oleh si ragil.  Awalnya ia memulai dengan semangat dan cukup percaya diri.  Satu demi satu batang stik disusun menjadi pondasi dan dinding rumah. Tetapi kemudian ia mulai mengalami kesulitan membuat atap dari stik.  Berkali-kali ia coba masih saja belum berhasil. Sampai stik yang disusun ia gunting ke dalam bentuk segitiga, masih sulit menempelkannya... duh.. 

    Lalu si ragil berinisiatif membuat atap dari kardus saja supaya mudah. Beberapa kardus bekas di ambil. Kertas kardus ini memiliki beragam ketebalan. Ia pun memilih mana yang lebih mudah ditekuk untuk membuat atap.  Alhamdulillah didapatkan juga potongan kardus dengan ketebalan yang tepat dan sesuai dengan ukuran atapnya.  Masalah berikutnya, bagaimana cara menempelkan pada dinding rumah? 

    Oke, langkah pertama adalah dengan menggunakan lem. "Lem cair atau lem putih ya.. eh atau pakai double tape?" gumamnya. 
    "Pakai lem cair mah gak bisa Dek.. coba pakai lem putih" saran saja.
    Ternyata kardusnya tidak menempel kuat pada stik dengan menggunakan lem putih. 
    Akhirnya dicoba dengan menggunakan double tape tetapi dengan menggunakan tambahan 2 stik es krim masing-masing pada sisi kanan dan kiri sebagai pondasi atap.
    Alhamdulillah bisa!
    Tinggal menambahkan genting.

    "Aku maunya atap coklat"
    "Yaahh kertasnya ada warna hitam"
    "Eh ada nih pakai kertas amplop coklat"
    Si Ragil pun mulai menggunting-gunting.
    Hasil ukurannya tidak sama persis, tapi ia tak mempermasalahkannya, terus menggunting hingga selesai dan menempelkannya satu per satu.

    Kini rumah stik es krim ala si Ragil pun selesai 😍



    Rumah Stik Ragil
    Rumah Stik Atap Kardus

    Minggu, November 05, 2017

    Membuat Box Kardus Pakaian

    Bulan yang lalu ada kulwap di wag Institut Ibu Profesional tentang metode Konmari. Sebenarnya saya sudah pernah mendengar metode ini sejak lama.  Hanya saja belum terpikir untuk mempraktekkannya