Senin, Maret 11, 2019

Tulis Sajalah


Sejujurnya bingung mau menulis judul apa ya?? Meski ada beberapa kelebatan ide judul yang ingin saya tulis. Tetap rasanya kurang sreg. Ini bedanya menulis blog dengan status facebook, instagram, atau twitter ya.. yang tinggal tulis "what is in your mind?" tetiba lancar deh jemari emak menulis segenap rasa serta pikiran.. curhat colongan pun dimulai. Sependek yang saya ingat memang dalam beberapa buku dan pelatihan menulis yang saya ikuti, narasumber menyatakan hal senada, mulailah dengan menuliskan pengalaman yang berkesan. Gak usah dipikirin kalimat harus sesuai susunan baku bahasa Indonesia yang benar. Lancar dulu menulis, terbiasa, baru perlahan mulai dibenahi.

Kebingungan saya dalam menulis judul membawa saya membuka-buka lagi buku tentang menulis. Ada beberapa buku tentang menulis di rumah. Pilihan saya tertuju pada buku Pak Hernowo, Mengikat Makna Update : Membaca dan Menulis yang Memberdayakan. Tak sengaja buku ini terbuka tepat di halaman yang bertuliskan :
... saya hanya ingin memberikan satu peluang besar agar siapa saja yang ingin menulis, pertama-tama mendapatkan manfaat-langsung dan nyata dari kegiatan  menulisnya.  Apa manfaat itu? Manfaat menulis yang ingin saya bagikan lewat buku ini adalah manfaat menulis untuk sebuah upaya memperbaiki diri.  Menulis boleh apa saja dan untuk siapa saja, tetapi menulislah untuk mendapatkan manfaat langsung dan konkret bagi diri sendiri terlebih dulu
Tulisan yang mengajak saya bertanya kembali pada diri sendiri untuk apa saya menulis?  Sebelum saya bisa membagikan manfaatnya kepada orang lain seperti yang selama ini saya inginkan tentu diri saya sendiri harus bisa merasakan manfaatnya terlebih dahulu. Ibarat tanaman obat, bagaimana mungkin saya bisa mengajak orang lain menggunakannya sebagai alternatif pengobatan jika saya sendiri tidak pernah merasakan langsung. Saya pasti hanya bisa bilang "katanya" tanpa meyakini benar (kecuali ada kerabat/teman dekat yang sudah mencoba dan berhasil menyembuhkan sakitnya).

Saya pun mulai mengingat-ingat kembali kapan saat saya rutin menulis untuk diri saya sendiri. Ah iya masa smp-kuliah. Berarti sekian puluh tahun yang lalu?  maa syaa Allah..di jaman banyak gadis seusia saya gemar menulis "dear diary..", termasuk saya. Tetapi saya lebih sering menulisnya tidak di sebuah buku, karena khawatir ada yang membaca 🙈.  Isi hati saya tuliskan di lembaran kertas, kemudian setelah selesai saya hapus dan buang. Bukan tidak pernah memiliki buku diary. Beberapa kali malah membeli buku diary yang ada gemboknya. Saking hati-hati gemboknya sering hilang 😅. Haduuh padahal baru ditulis sedikit. Ya sudahlah pakai kertas biasa saja, yang penting apa yang mengganjal di hati dan pikiran sudah tersalurkan. Meski akhirnya tak bisa dibaca ulang. Belakangan saya baru tahu dari seorang terapis bahwa tehnik menulis untuk menyalurkan uneg-uneg di selembar kertas juga bisa digunakan sebagai terapi mengurangi efek inner child. Hanya saja menulisnya menggunakan pulpen (tidak dihapus seperti yang saya lakukan) dan setelahnya dibakar, dengan alasan yang sama agar tak dibaca lagi.

Seingat saya setelahnya memang ada masa di mana saya rutin lagi menulis namun lebih dalam bentuk quote atau status facebook. Tetapi biasanya jika sedang ada kegiatan lain atau ada yang sedang saya fokuskan bisa berbulan-bulan facebook saya sepi tanpa postingan. Dan buat saya menulis di facebook, yang merupakan ranah publik, tak sebebas menulis di kertas. Ada beberapa pertimbangan sebelum akhirnya membuat sebuah postingan status. Sebagaimana saya tidak suka membaca status negatif (yang isinya mengeluh, mengumpat, meledek, dan lain-lain) dari orang lain yang tampil di beranda,  saya pun tak mau orang lain membaca status negatif dari saya meski saya misalnya sedang amat kesal akan sesuatu hal dan butuh tulisan pelampiasan. Alasannya sederhana, tak ingin terbawa dan membawa negatif ke sekitar.

Menulis merupakan salah satu cara untuk menemukan pemecahan masalah. Setuju sekali! Tidak semua masalah harus dibicarakan dengan orang lain.  Saya berpikir memecahkan masalah sendiri akan membantu saya tumbuh lebih dewasa dan bijak. Bukankah suatu waktu mungkin saya pun akan menjadi pendengar dan membantu orang lain memecahkan masalah? bagaimana jika saya tak pernah mengijinkan diri saya menemukan solusi? Nyatanya menulis dan membacanya perlahan membuat saya lebih bisa melihat sumber masalah dengan jernih. Sehingga biasanya di akhir saya malah menemukan apa yang harus saya lakukan lalu saya pun mendapatkan penguat dari diri sendiri.

Instropeksi diri dan lebih bisa memilih reaksi positif adalah beberapa dari sekian banyak manfaat yang saya rasakan dari menulis.  Apakah ini juga karena rata-rata 20.000 kata yang dikeluarkan pun turut tersalurkan? bisa jadi. Sebagian sudah disalurkan lewat tulisan sehingga secara lisan berkurang.  Ternyata perempuan lebih cerewet pun karena memang secara alami sudah diciptakan demikian lho.. Sebuah artikel di liputan6.com  menuliskan para ilmuwan telah menemukan penyebab wanita cerewet itu akibat protein Foxp2 dalam otak perempuan lebih tinggi kadarnya daripada dalam otak pria. Protein Foxp2 sendiri merupakan protein bahasa.

Ummm.. ngomong-ngomong sudah berapa kata yang saya tulis ya?
Jadi sebaiknya diberi judul apa?
.....
.....
.....
Tulis sajalah
















0 Comments:

Posting Komentar

Haiii.. tanpa mengurangi keakraban, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan yaa.. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi