"Berapa harga kuenya? mahal .."kata Gendhuk.
Saya menatapnya dan ia seperti langsung menangkap kode tatapan mata saya..
"Ngng.. ya gak mahal-mahal banget juga sii..tinggal makan"
Ups.. tatapan emak dahsyat ya..
Eh tapi gak gitu juga siii..
Soal murah dan mahal ini sudah menjadi obrolan lama dengan anak-anak.
Saya sampaikan, murah atau mahal itu relatif. Tergantung pada uang yang kita miliki. Kalau lagi gak punya uang, harga dua ribu pun masih ditawar. Tetapi saat kita punya uang, karena harganya cuma dua ribu jadi beli banyak. Hohoho...Bener kaaan..
Juga ketika kita menjumpai barang dengan diskon yang cukup menggiurkan. Tetap menjadi mahal saat kita belum memiliki cukup uang. Dalihnya, belum prioritas ..qiqiiqiq
Karena kita tahu tergantung pada kedalaman kantong masing-masing, akhirnya kita juga menjadi lebih memahami gaya orang lain dalam membeli sebuah produk. Contohnya saat melihat banyak sosialita yang punya banyak koleksi tas dengan harga masing-masing tas berjuta-juta (langsung nengok ke tas di rumah yang harganya 60 ribu.. 😜) kita merasa wajar saja, gak julid-julid amat karena memang mereka memiliki uang dan mampu membelinya.
Selain soal punya uang atau gak, ada beberapa hal lagi yang bisa membuat perspektif kita soal mahal dan murah menjadi berbeda
- Kualitas Produk. Biasanya emak-emak nih paling detail membandingkan kualitas produk sebelum membeli. Ya iyalaaah pengennya punya barang yang tahan lama/awet. Misalnya ketika ingin membeli baju. Modelnya sama-sama menarik nih, warnanya pun sesuai keinginan. Tapi kualitas bahan berbeda. Yang satu lebih murah tetapi pada cucian pertama akan luntur. Sementara yang lain tidak. Tentu yang dipilih yang tidak luntur.
- Kebutuhan. Pernahkah melihat suatu pelatihan dengan biaya di atas satu juta? Sering yaa.. biasanya pelatihan yang ilmunya lagi banyak dicari nih... Lalu menurut kamu sendiri gimana? Mahal atau murah? Jawabannya pasti lagi-lagi tergantung kebutuhan. Kalau dengan mengikuti pelatihan itu kehidupan kita akan semakin lebih baik, biaya pelatihan tidak terlalu dipermasalahkan. Itu sebabnya meski ada yang mengatakan mahal tetap saja pesertanya membludak.
- Berperan pula sebagai penjual/produsen. Bagi saya, contoh yang paling mudah diberikan kepada anak-anak tentang harga saat mulai membuka usaha kuliner. Karena di usaha sebelumnya yang dilakukan tidak banyak melibatkan anak-anak. Misalnya ketika saya membuka usaha craft, yang menjahit saya sendiri. Usaha MLM juga demikian. Tetapi di usaha kuliner anak-anak melihat dan membantu secara langsung proses pembuatannya. Ikut merasakan pegal-pegal seperti emak 😁 sehingga semakin memahami ada biaya tenaga yang juga harus diperhitungkan
- Produk buatan teman sendiri. Terutama teman yang sudah dekat sekali. Banyak mengiyakan harga yang ditawarkan daripada menawar. Karena kita berharap dengan membeli produknya, akan membuat sang teman merasa senang dan terbantu. Hubungan pun akan menjadi lebih baik lagi.
- Empati. Duh suka gak tega yaa liat penjual pinggir jalan. Apalagi kalau sudah tua dan barang dagangannya masih banyak. Hal ini membuat kita tergerak ingin membeli meskipun belum begitu membutuhkan. Mahal atau murah pun tidak terlalu diperhitungkan
Pada akhirnya semua penilaian harga dikembalikan kepada diri masing-masing.
Mungkin saja teman-teman memiliki point-point lain sebagai pertimbangan, silakaaan..
Yang penting kita tetap menjaga adab jual beli yuk!
0 Comments:
Posting Komentar
Haiii.. tanpa mengurangi keakraban, silahkan berkomentar dengan baik dan sopan yaa.. Komentar bersifat spam tidak akan dipublikasi